BANTENRAYA.COM – Sepanjang tahun 2023, angka kekerasan seksual di Kota Cilegon tinggi, mayoritas terjadi pada anak perempuan.
Dalam data yang dirilis oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak atau PPA Kota Cilegon, pada 2023 kekerasan seksual pada anak perempuan sebanyak 40 korban.
Sedangkan 2 korban terjadi pada anak laki-laki.
Sedangkan kekerasan seksual pada perempuan dewasa sebanyak 12 orang, sehingga total kekerasan seksual di Kota Cilegon mencapai 54 orang korban.
Baca Juga: Anies Baswedan Sebut Gen Z dan Milenial Generasi Emas Bukan Generasi Cemas
Kepala UPTD PPA Kota Cilegon Masita menyebutkan, kekerasan seksual yang menimpa korban ini berbagai macam tindakannya.
“Kekerasan seksualnya itu ada pencabulan, persetubuhan, pemerkosaan,” kata dia kepada awak media, Kamis, 4 Januari 2024.
Ia menjelaskan, kekerasan seksual ini terjadi disebabkan banyak faktor, mulai dari faktor ekonomi, pola asuh, relasi kuasa dan faktor gawai.
Di samping itu, paparnya, kekerasan seksual juga bisa terjadi karena faktor pergaulan, kepedulian lingkungan, dan sebagainya.
Baca Juga: Tamat! Gyeongseong Creature Part 2 Episode 8, 9, dan 10: Jadwal Tayang dan Link Nonton
“Jadi memang faktornya banyak, tetapi yang tercatat di kita itu faktor ekonomi dan pola asuh yang tertinggi, masing-masing persentasenya sebesar 28 persen dan 52 persen,” ungkapnya.
Masita menyampaikan, apabila adanya kekerasan seksual pada anak, UPTD PPA langsung memberikan penanganan.
Penanganan itu, sambungnya, pihaknya langsung membantu dalam banyak hal, mulai dari pendampingan, visum, pendampingan di Polres, hingga ke Pengadilan Negeri.
“Selain itu, ada yang disebut dengan konsultasi psikologis, ada trauma healing, ada juga terapi kelompok, siko edukasi,” jelasnya.
Baca Juga: Preview The Story of Park Marriage Contract Episode 11 Sub Indo Beserta Jam Tayang
Terkait psiko edukasi, Masita menjelaskan, sasarannya adalah untuk lingkungan supaya tidak lagi terjadi kekerasan seksual yang berulang.
Di samping itu, lanjutnya, psiko edukasi juga menyasar keluarga di dalam masyarakat supaya mencegah terjadinya hal-hal tersebut.
“Jadi itu yang kami lakukan, pemulihan korban, pemulihan keluarga, itu yang kami lakukan,” tegasnya.
Ia berharap, pada 2024 ini, angka kekerasan seksual pada anak bisa menurun dengan berbagai upaya yang akan dilakukan UPTD PPA Cilegon.
Menurutnya, cara-cara yang dilakukan tidak akan jauh berbeda dari tahun 2023, tetapi terbuka lebar untuk adanya cara-cara baru yang lebih kreatif dalam melakukan pencegahan dan penanganan.
“Psiko edukasi, coaching klinik, road show ke kelurahan, road show ke DKM-DKM (Dewan Kemakmuran Masjid), mungkin begitulah programnya,” tuturnya.
“Tahun 2024 untuk penanganannya kita akan adakan psiko sosial, pemulihan secara massal kepada masyarakat,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, anak-anak yang mengalami trauma karena korban kekerasan seksual, pihaknya memberikan layanan dengan jangka waktu tertentu.
Baca Juga: Pelajar NU Kabupaten Pandeglang Diminta Tingkatkan Ketakwaan kepada Allah SWT
“Jadi ada waktunya tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan, dan satu tahun. Kami juga melakukan evaluasi, itu tidak tercatat berapa lamanya, karena setiap orang berbeda-beda,” ucapnya.
“Kita rencanakan tiga bulan, belum tentu bisa sembuh tiga bulan, jadi kami mem-follow up. Tadi ada psiko edukasi pada lingkungan, ada terapi kelompok, ada psiko sosial itu semua untuk pemulihan korban,” tutupnya.
Sementara itu, Psikolog dari Universitas Islam Indonesia atau UII Yogyakarta Dary Ies Shabrina menyampaikan, kekerasan seksual pada anak, terutama anak perempuan terjadi karena berbagai macam faktor.
Dary mengatakan, faktor tertinggi memang terjadi karena faktor pola asuh dari keluarga dan lingkungan sekitar.
“Dua faktor ini memang menjadi faktor yang dominan sebab terjadinya kekerasan seksual,” ujar dia.
Menurutnya, keluarga harus memberikan perhatian lebih dan menguatkan pola asuh yang baik pada anak.
Edukasi seksual, tegasnya, sejak dini menjadi bagian penting yang mesti diajarkan pada anak, baik dari keluarga, sekolah, dan pemerintah.
“Memang edukasi seksual ini menjadi penting, meskipun ini masih tabu di masyarakat. Namun, sejak dini anak-anak harus diajarkan tentang bagian tubuhnya yang tidak boleh disentuh oleh siapapun dan diberikan bekal keagamaan yang kuat,” pungkasnya.***