BANTENRAYA.COM – Di Cilegon ada satu nama kelurahan yang cukup menyita perhatian yakni Kelurahan Randakari.
Kelurahan Randakari sendiri tepatnya berlokasi di Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Provinsi Banten.
Jika diartikan, Kelurahan Randakari sendiri memiliki makna sebagai kelurahan janda tertinggal. Benarkah demikian? Simak penjelasan asal usul darinya berikut ini.
Pembentukkan kelurahan tersebut sangat erat kaitannya dengan peristiwa meletusnya Gunung Krakatau.
Peristiwa meletusnya Gunung Krakatau pada 1883 menjadi peristiwa yang diingat dalam memori masyarakat dunia sebagai salah satu peristiwa besar.
Dimana, Gunung Krakatau salah satu gunung merapi di Selat Sunda mengalami letusan dahsyat dan menjadi terbesar di dunia.
Baca Juga: Lirik Lagu IU ‘Love Wins All’ dan Terjemahannya, Yang Puncaki Tangga Lagu iTunes di 30 Negara
36.000 orang tewas dalam peristiwa bencana letusan Gunung Krakatau saat itu, krisis sosial, krisis ekonomi dan kemanusiaan ditimbulkan pasca letusan.
Namun, selain peristiwa tragis soal bencana letusan Gunung Krakatau, para penulis buku tentang letusan juga memotret budaya lokal yang hadir dan timbul pasca letusan.
Beberapa penulis buku peristiwa dan peneliti juga menyelipkan sejumlah nama kampung atau kelurahan yang berhubungan dengan letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda.
Dalam buku karya Sujana, D pada 2015 berjudul Toponimi Nama-nama Daerah di Kota Serang yang diterbitkan atas kerja sama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.
Banten Heritage menuliskan sejumlah nama-nama kampung dan desa atau kelurahan yang ada hubungannya dengan peristiwa letusan Gunung Krakatau.
Salah satunya Kelurahan Randakari di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon yang merupakan salah satu nama yang masih juga muncul berdasarkan peristiwa letusan.
Baca Juga: Makanan Khas Banten yang Sama-sama Terbuat dari Melinjo, Apa Perbedaan Emping dan Ceplis?
Dalam bukunya ia menuliskan Kelurahan Randakari muncul berkaitan dengan peristiwa letusan Gunung Krakatau.
Makna dari Kelurahan Randakari terdiri dari dua suku kata yakni Randa atau Janda dan Kari artinya tertinggal alias Janda tertinggal.
Dimana, nama itu karena saat terjadi letusan Gunung Krakatau di tempat itu ada seorang janda (randa) tertinggal (kari).
Selain Randakari ada juga nama Kampung Penyurungan disana. Dimana makna Penyurungan dalam Bahasa Indonesia yakni pemerkosaan.
Dimana, ada peristiwa Janda Tertinggal atau Randa Kari yang mengalami pemerkosaan atau Penyurungan.
“Kelurahan Randakari dan Kampung Penyurungan. Di kecamatan Ciwandan terdapat kelurahan Randakari dan Kampung Penyurungan,” katanya.
Baca Juga: Contoh Teks Jumat Singkat Bulan Rajab Hari ini 26 Januari 2024: Berkata yang Baik atau Diam
“Dinamakan demikian karena pada saat terjadinya letusan Gunung Krakatau, ditempat itu ada seorang janda tertinggal (kari) dan mengalami penyurungan (pemerkosaan),” katanya dalam kutipan buku.
Selain kedua nama kampung dan kelurahan itu, masih ada beberapa lainnya yang berhubungan, misalnya Cigading karena ada mata air berwarna putih gading atau tulang.
Dalam buku ditulis jika pasca letusan siring berjalannya waktu ada banyak masyarakat yang mulai membangun pemukiman termasuk di Kampung CIgading, Kecamatan Ciwandan.
Karena menemukan mata air berwarna putih gading, maka masyarakat bermusyawarah menamakan tempat tersebut Cigading, Ci bermakna air dan Gading karena warnanya putih gading atau tulang.
“Kampung Cigading. Di Jalan Raya Anyer Km 13 terdapat Kampung Cigading. Pada waktu Krakatau meletus daerah itu habis disapu gelombang laut,” tuturnya.
“Seiring dengan berjalannya waktu daerah itu didatangi lagi oleh penduduk untuk bermukim di sana. Karena daerah itu belum mempunyai nama, warga bermusyawarah untuk memberi nama,” katanya.
Baca Juga: SUDAH TAK KUAT! Warga Panggung Jati Kota Serang Keluhkan Bau Sampah Liar: Tolooonnggg!!
“Akhirnya, daerah itu diberi nama Kampung Cigading, karena di daerah itu ada sumber air yang keluar dari batu besar dan airnya berwarna putih gading,” tertulis dalam buku.
Referensi: Toponimi Nama-nama Daerah di Kota Serang, diterbitkan atas kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten dengan Banten Heritage penulis Sujana, D. terbitan 2015. ***