BANTENRAYA.COM – Tak ingin pembangunan mengorbankan alam, DPRD Banten tengah menggodok aturan baru yang akan menekan industri lebih bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan.
Lewat revisi Perda Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, DPRD ingin menegaskan prinsip tegas bahwa pencemar harus membayar.
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan atas Perda Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan usulan DPRD ini kini masuk dalam tahap jawaban terhadap pandangan fraksi-fraksi.
Salah satu fokus utamanya adalah pengetatan pengawasan terhadap industri-industri di Banten yang berdampak pada lingkungan.
BACA JUGA: Leony Vitria Keluhkan Pajak Waris Rumah Orang Tua, Pemkot Tangsel Janjikan Fasilitasi
Syarifuddin, anggota Komisi IV DPRD Banten, menegaskan bahwa raperda ini dirancang untuk menjawab tantangan lingkungan yang semakin kompleks, mulai dari pencemaran, deforestasi, hingga krisis iklim.
“Prinsip polluter pays atau pencemar membayar sudah kami cantumkan secara eksplisit, diikuti pula dengan norma tentang konservasi, penghijauan, mitigasi bencana akibat perubahan iklim, serta kewajiban edukasi publik secara berkelanjutan,” ujarnya usai rapat paripurna, Kamis (2/10/2025).
Selain kewajiban pemulihan lingkungan, raperda ini juga mewajibkan setiap industri atau pihak ketiga yang beroperasi di Banten untuk menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
Penanganan limbah, termasuk limbah B3, serta pengendalian emisi juga menjadi perhatian utama.
Yang menarik, raperda ini juga menyentuh aspek kearifan lokal. Perlindungan kawasan adat Baduy, konservasi pesisir, satwa endemik, hingga rehabilitasi hutan dan lahan kritis menjadi bagian tak terpisahkan.
“Norma edukasi lingkungan di sekolah (program adiwiyata) dan partisipasi publik dalam forum lingkungan telah kami cantumkan untuk memperluas keterlibatan masyarakat,” lanjut Syarifuddin.
Di saat yang sama, aturan baru ini akan memperketat sanksi bagi para pelanggar. Mulai dari sanksi administratif hingga pidana bisa dikenakan bagi pihak yang mengabaikan tanggung jawab lingkungannya.
Muhammad Nizar, Ketua Komisi IV DPRD Banten, menyebut bahwa pendekatan baru ini penting untuk mengimbangi derasnya laju pertumbuhan ekonomi dan industri di Banten yang berpotensi merusak lingkungan jika tidak dikendalikan.
“Pertumbuhan industri yang pesat, kegiatan pertambangan, pembangunan infrastruktur strategis nasional, serta meningkatnya jumlah penduduk yang berdampak pada konsumsi dan produksi sampah, semuanya menuntut adanya aturan yang jelas, tegas dan responsif terhadap tantangan zaman,” tegasnya.
Menurut Nizar, revisi perda ini menjadi penting setelah terbitnya Undang-undang Cipta Kerja, yang mengubah sejumlah norma pengelolaan lingkungan hidup.
Ia juga menyoroti perlunya sinergi antara pemerintah provinsi, pusat, dan daerah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
“Raperda ini pada hakikatnya adalah komitmen bersama untuk menjadikan Provinsi Banten bukan hanya daerah yang maju secara ekonomi, tetapi juga sehat, hijau, dan berkelanjutan,” ujar politisi Gerindra ini. ***