BANTENRAYA.COM – Dua mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (mantan Ketua MK) mengkritik keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan KPU RI agar menunda Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan atau sampai tahun 2025.
Keputusan PN Jakpus itu menuai kritik dari berbagai pihak karena dinilai putusan penudaan pemilu bukan ranah PN, di antara pihak yang mengkritik putusan itu adalah tiga mantan ketua MK.
Baca Juga: Katalog Promo JSM Superindo 3-5 Maret 2023: Bikin Ngiler, Pesta Durian Monthong 20 Persen
Dua mantan ketua MK yang mengkritik putusan PN Jakpus yang memerintahkan penundaan pemilu itu yakni Mahfud MD dan Hamdan Zoelva.
Mahfud MD dalam akun twitternya menyebutkan vonis PN Jakpus tentang penundaan pemilu ke tahun 2025 harus dilawan karena tidak sesuai dengan kewenangannya.
“Ini di luar yurisdiksi sama dengan Peradilan Militer memutus kasus perceraian,” tulis Mahfud MD dikutip Bantenraya.com, Jumat 3 Maret 2023.
Baca Juga: 20 Kode Promo Grab, GrabCar, GrabBike, GrabFood, GrabMart, 3 Maret 2023: Naik Taxi & Car Gratis
Menkopolhukam itu menjelaskan hukum pemilu merupakan bukan hukum perdata. “Vonis itu bertentangan dengan UUD 1945 dan UU bahwa pemilu dilakukan setiap 5 tahun,” katanya.
Sementara itu, mantan ketua MK Hamdan Zoelva mengaku kaget mengetahui PN Jakpus yang memerintahkan KPU menunda pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.
“Walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut,” katanya.
Baca Juga: Taxi Driver 2 Episode 6 Ganti Jadwal Tayang, Ini Update Drama Korea Lee Je Hoon Hingga Tamat
Ia megantakan, karena putusan penundaan pemilu bukan kompetensi PN maka bisa menimbulkan salah faham objek guguatan.
“Seharusnya difahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK,” paparnya.
Menurutnya, tidak bisa sengketa pemilu dibawa ke ranah perdata dengan dasar PMH.
“Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verfikasi dan bukan kompotensinya, karena itu putusannya pun menjadi salah,” katanya. ***