BANTENRAYA.COM – Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan singgungan keras soal demokrasi saat dirinya menyampaikan Pidato Pengantar Sidang Bersama DPR-RI dan DPD RI di Senayan Jakarta.
Menurut Puan demokrasi yang ada masih ditentukan garis tangan, dipengaruhi campur tangan dan buah tangan.
Hal itu masih menjadi persoalan dan sering terjadi di alam demokrasi sekarang.
Baca Juga: Minta Alat Ditambah, ASN Cilegon Langganan Berebut Fingerprint Setiap Acara Resmi Nasional
Puan menjelaskan, seharusnya sistem demokrasi mendekatkan kehendak rakyat dalam memilih wakil-wakilnya dan pemimpinnya.
Namun, saat ini kondisi demokrasi ditentukan dengan garis tangan, campur tangan dan buah tangan.
“Saat ini, demokrasi dalam pemilu kita, selain ditentukan oleh garis tangan, juga sering dipengaruhi oleh campur tangan dan buah tangan,” jelasnya.
Puan menjelaskan, jika semua memiliki garis tangan berupa nasib dan kesempatan yang sama diberikan Allah.
Namun, semua tidak memiliki kemampuan untuk ikut campur tangan dan memberikan buah tangan menentukan arah demokrasi.
“Kita semua memiliki garis tangan. Nasib dan kesempatan yang diberikan oleh Allah s.w.t, Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi, tidak semua dari kita memiliki kemampuan yang sama untuk ikut campur dan memberikan buah tangan dalam menentukan arah demokrasi. Inilah kritik sekaligus otokritik terhadap demokrasi dalam pemilu kita,” jelasnya.
Baca Juga: TANPA PESAING! Ari Irmawan Jadi Calon Tunggal Ketua KNPI Kota Cilegon
Puan mengatakan, semua yang ada tidak lantas membuat diam dengan kondisi tersebut.
Namun, tugas Bersama di parlemen untuk memperbaiki dan menyempurnakan demokrasi. Demokrasi harus membuat semuanya setara bagi warga negara.
“Kita harus terus memperbaiki dan menyempurnakannya. Sebab demokrasi yang kita cita-citakan bukanlah demokrasi campur tangan dan buah tangan, tetapi demokrasi yang memberi kesempatan setara bagi semua warga negara,” jelasnya.
Baca Juga: Resmi Dikukuhkan, Paskibrakan Kabupaten Serang Disarankan Minta Pertolongan ke Allah
Selain itu, Puan juga menanggapi soal ruang publik terutama media digital yang riuh dengan berbagai sindiran kepada pemerintah, misalnya Kabur Saja Dulu, sindiran tajam Indonesia Gelap, lelucon Negara Konoha sampai ke bendara One Piece.
“Ini aspirasi dan keresahan yang disampaikan pada jamannya sendiri, bagi semua pemegang kekuasaan dibaliknya ada pesan dan keresahan dan dibalik keresahan ada harapan,” pungkasnya. ***