BANTENRAYA.COM – Pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) 2025 Kota Cilegon terus berjalan.
Namun, dalan setiap pembahasannya pengusaha dan buruh masih memiliki pandangan berbeda soal perhitungan, sehingga belum ada kesepakatan antar keduanya.
Terlebih lagi, aturan soal pengupahan masih belum jelas. Sebab, Mahkamah Konstitusi belum lama memutusakan dalam 2 tahun ke depan harus pisahkan UUCK (Undang-Undang Cipta Kerja) dari klaster ketenagakerjaan.
Baca Juga: 11.652 Warga Banten Dinyatakan Positif HIV, ini Dampak Bahaya Open BO
Hal itu membuat pijakan dasar penentuan upah mengalami kendala karena tidak memiliki payung hukum.
Diketahui, dalam tuntutannya buruh meminta agar kenaikan UMK tersebut bisa sebesar 10 persen atau menjadi Rp5.296.612,36 dari sebelumnya pada 2024 sebesar Rp4.815.102,80.
Kenaikan tersebut didasarkan dari penggabungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi selama 2023 dan 2024.
Baca Juga: Desa Sentral Baru di Rejang Bengkulu Kini Miliki Akses Layanan Perbankan Melalui Agen BRILink
Termasuk juga kanaikan harga kebutuhan yang sangat tinggi menjadi dasar tuntutan kenaikan 10 persen tersebut.
Diketahui, UMK Kota Cilegon merupakan salah satu yang tertinggi di Banten pada tahun 2024, yakni sebesar Rp4.815.102,80 atau 3,39 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp4,65 juta.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cilegon Panca Nugrahestianto Widodo menjelaskan, pembahasan masih alot soal UMK karena tidak adanya cantolan undang-undang.
Baca Juga: Pimpin Aprindo, Solihin Siap Komitmen Tingkatkan Peran Ritel di Perekonomian Nasional
“Kami masih menggu arahan dari pusat. Ini masih alot karena tidak ada kesepakatan. Terlebih belum ada undang-undang,” katanya, Senin 18 November 2024.
Panca menyatakan, pembahasan soal upah sudah dilakukan. Namun, belum ada kesepakatan.
“Sudah. Tapi belum ada kesepakatan,” ujar Panca Nugrahestianto Widodo.
Baca Juga: Gol A Gong Ajak Masyarakat Kota Serang Agar Pilih Pemimpin yang Relevan dengan Zaman
Sebelumnya, Ketua Federasi Serikat Pekerja Baja Cilegon Safrudin menjelaskan, inflasi dalam dua tahun terakhir berada pada kisaran 2,5 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen, sehingga kalau digabungkan menjadi 7,7 persen dan dibulatkan menjadi 8 persen atau digenapkan menjadi 10 persen.
“Kami menuntut agar UMK 2025 bisa naik untuk kesejahteraan buruh sebesar 8 sampai 10 persen dari UMK 2024,” ujarnya.
Safrudin mengatakan, angka kenaikan tersebut sangat realistis ditengah berbagai kenaikan kebutuhan yang sekarang ada.
Baca Juga: Momen Langka, Profesor ITB Bimbing Guru Matematika dan IPA di Kabupaten Serang
“Ini sudah sangat sesuai dengan kebutuhan yang ada, sehingga kami berharap pemerintah dan Depeko bisa realistis melihatnya,” ujarnya.
Misalnya, papar Safrudin harga beras sekarang per 25 kilogram (Kg) sudah mencapai Rp320 ribu, dimana sebelumnya pada 2023 lalu masih berkisar Rp270 ribu per 25 kilonya. Lalu harga bawang dulu masih Rp25 per kilo sekarang sudah sangat tinggi mencapai Rp40 ribu per kilo.
“Saya di dewan pengupahan ini bagian pengupahannya. Saya setiap bulan survei ke pasar-pasar tradisional dan modern. Itu harga semuanya sangat tinggi. Bahkan harga kopi saja itu naik setiap bulan. Ini kami belum bicara sandang yah, baru kebutuhan pangan. Belum kebutuhan lain listrik dan bahan bakar lainnya yang selalu kebijakannya juga naik,” jelasnya.
Baca Juga: Indra Fungsion Hall, Gedung Serba Guna Pilihan untuk Gelar Event di Kota Serang yang Bebas Macet
Safrudin menegaskan, sesuai dengan arahan pusat, pihaknya akan terus memperjuangkan angka 10 persen tersebut. Bahkan, sekarang sudah melakukan konsolidasi untuk melakukan demonstrasi hingga tingkat pusat.
“Kami akan menolak jika tidak sampai 8 sampai 10 perseb kenaikannya. Kami sudab siap untuk turun ke jalan dan memperjuangkan kenaikan tersebut,” ujarnya.***