BANTENRAYA.COM – Jalan raya adalah sebuah fasilitas umum yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama di Indonesia.
Jalan raya bukanlah sekadar tempat untuk berlalu lalang kendaraan motor atau mobil, tapi juga menjadi sebuah urat nadi mobilitas masyarakat sehari-hari.
Jalan raya menjadi sebuah hal yang penting dalam mobilitas masyarakat sehari-hari karena bertujuan untuk keperluan ekonomi, sosial, hingga situasi darurat yang menyangkut nyawa masyarakat.
Baca Juga: Lobi CSR ke Industri, Pemkot Cilegon Gelar Tradisi Inggris Minum Teh Sore Bersama Pelaku Industri
Karena adanya kepentingan tersebut, jalan raya memerlukan keberadaan yang baik, lancar, nyaman, dan lancar menjadi sebuah kebutuhan bersama masyarakat.
Akan tetapi, dalam prakteknya dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita temui kondisi sebagian atau seluruh badan jalan raya sering dijadikan tempat hajatan masyarakat setempat.
Dengan adanya hajatan yang menggunakan jalan raya di Indonesia membuat kemacetan bagi para pengguna jalan bagi motor atau mobil.
Tidak jarang adanya masalah jalan raya yang kerap dijadikan tempat hajatan membuat konflik pengguna jalan dengan yang mempunyai hajat.
Lantas bagaimana hukum penggunaan jalan raya untuk keperluan pribadi seperti hajatan?
Dikutip Bantenraya.com dari laman islam.nu.or.id yang memberikan penjelasan tentang penggunaan jalan raya sebagai tempat hajatan masyarakat.
Baca Juga: Suarakan Justice For Argo, Wisudawan FISIPOL UGM Tenteng Flyer Christiano yang Tabrak Mahasiswa FH
Penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas yang digunakan untuk kepentingan pribadi menurut Perkapolri Nomor 10 Tahun 2012 adalah diperbolehkan sebagaimana diterangkan dalam Pasal 17.
Masyarakat atau penyelenggara harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kapolres/Kapolresta setempat, untuk kegiatan yang menggunakan Jalan kabupaten/kota, kepada Kapolsek/Kapolsekta untuk kegiatan yang menggunakan Jalan desa.
Penggunaan jalan raya untuk kepentingan pribadi yang diperbolehkan hanya jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa bukan jalan Nasional sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) Perkapolri 10/2012 pada ayat (3) dijelaskan bahwa penutupan Jalan dapat diizinkan, apabila ada Jalan alternatif.
Menurut pandangan Fiqih Islam, menggunakan jalan raya untuk keperluan pribadi pada dasarnya tidak diperbolehkan karena adanya akibat menganggu pengguna jalan.
Syekh Zakariya al-Anshori menjelaskan:
لَا يُتَصَرَّفُ فِيهِ ” بِالْبِنَاءِ للمفعول ” ببناء ” كمصطبة أَوْ غَيْرِهَا ” أَوْ غَرْسٍ ” لِشَجَرَةٍ وَإِنْ لَمْ يَضُرَّ ذَلِكَ لِأَنَّ شُغْلَ الْمَكَانِ بِذَلِكَ مَانِعٌ مِنْ
Artinya: “Seseorang tidak diperbolehkan melakukan tindakan di jalan raya, seperti membangun bangunan misalnya, teras atau selainnya, atau menanam pohon, meskipun hal itu tidak membahayakan, karena penggunaan tempat tersebut dapat menghalangi jalan.” (Fathul Wahab, [Beirut, Darul Fikr: 1994], juz I, hlm. 246).
⁶Baca Juga: 3 Link Twibbon Peringatan Hari Lanjut Usia Nasional 2015, Desain Keren dan Gratis
Menurut perspektif fiqih sendiri, penggunaan jalan raya untuk kepentingan pribadi diperbolehkan dengan syarat bahwa dampak negatif atau dharar yang ditimbulkan masih dalam batas dapat ditoleransi secara umum.
Seperti tidak menutup jalan secara total, menyisakan sebagian ruas jalan untuk dilalui pengguna jalan, dan memastikan penutupan jalan tidak berlangsung terlalu lama. ***