Ditulis oleh Savira Arrobi, Mahasiswi Ilmu Pemerintahan, Universitas Pamulang PSDKU Serang.
Kemiskinan di Provinsi Banten, yang terletak di wilayah barat Pulau Jawa, masih menjadi masalah kompleks yang belum sepenuhnya teratasi.
Meskipun Banten dikenal sebagai daerah yang memiliki potensi ekonomi besar, terutama dengan kawasan industri dan pariwisata yang berkembang, kemiskinan tetap menjadi masalah struktural yang signifikan.
Dalam konteks ini, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah kemiskinan ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah atau merupakan akibat dari kegagalan pemerintah dalam mengelola potensi yang ada.
Baca Juga: Telkomsel by.U Luncurkan Paket Internet Nonton Liga Inggris Rp35 ribu
1. Gambaran Umum Kemiskinan di Banten (2024)
Berdasarkan data terbaru, meskipun angka kemiskinan di Banten mengalami penurunan secara perlahan dalam beberapa tahun terakhir, angka kemiskinan di provinsi ini masih cukup tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024, sekitar 7-8% penduduk Banten masih hidup di bawah garis kemiskinan, dengan ketimpangan sosial dan ekonomi yang cukup lebar antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Kota-kota besar seperti Tangerang, Serang, dan Cilegon memang menunjukkan angka kemiskinan yang relatif lebih rendah, berkat pertumbuhan industri, infrastruktur yang lebih baik, dan akses yang lebih luas terhadap pendidikan dan pekerjaan. Namun, di banyak daerah pedesaan atau daerah pinggiran, kemiskinan masih sangat terasa. Wilayah seperti Lebak, Pandeglang, dan beberapa bagian Tangerang Selatan masih menghadapi kesulitan dalam mengakses fasilitas dasar dan layanan publik.
Baca Juga: Klaim Asuransi Tak Kunjung Dibayar, Agen dan Supervisor Bumiputera Cilegon Menjerit
2. Kebijakan Pemerintah yang Memengaruhi Kemiskinan
a. Pembangunan Infrastruktur yang Tidak Merata
Salah satu kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun pusat adalah pembangunan infrastruktur, baik yang berkaitan dengan jalan, fasilitas umum, maupun sektor energi. Walaupun ada pembangunan signifikan di kawasan-kawasan industri dan kawasan perkotaan, pembangunan di daerah pedesaan masih sangat terbatas. Ketimpangan ini menyebabkan daerah-daerah pedalaman kesulitan dalam mengakses peluang ekonomi yang ada di kota-kota besar.
Kebijakan ini sering kali lebih memfokuskan pada pengembangan kawasan industri, yang meskipun menciptakan lapangan kerja, tidak selalu berkontribusi langsung terhadap pengurangan kemiskinan di daerah sekitar. Infrastruktur yang belum merata menyebabkan mobilitas terbatas, yang pada gilirannya membatasi akses masyarakat terhadap pasar kerja dan layanan publik.
Baca Juga: Bocah 6 Tahun Asal Kecamatan Cerenang Tenggelam di Sungai Ciujung
b. Ketergantungan pada Sektor Industri dan Ketidakmerataan Pertumbuhan Ekonomi
Sektor industri di Banten, terutama di daerah seperti Cilegon yang merupakan pusat industri baja, memang menyumbang kontribusi besar terhadap perekonomian daerah. Namun, ketergantungan yang tinggi pada sektor ini menciptakan ketidakseimbangan ekonomi. Banyak penduduk di daerah pedesaan atau mereka yang bekerja di sektor informal, seperti pertanian, tidak dapat merasakan dampak langsung dari kemajuan sektor industri.
Kebijakan yang terlalu fokus pada pengembangan sektor tertentu (industri) dan kurang memperhatikan sektor-sektor lain yang dapat menciptakan peluang ekonomi yang lebih luas (misalnya sektor pertanian, UMKM, atau pariwisata) menyebabkan ketimpangan yang mengarah pada ketidaksetaraan penghasilan dan kesempatan. Selain itu, pembangunan yang hanya berorientasi pada kawasan industri juga berpotensi merusak lingkungan, yang justru memperburuk kualitas hidup masyarakat setempat.
c. Bantuan Sosial dan Program Pemberdayaan yang Tidak Efektif
Pemerintah pusat dan daerah sudah banyak memberikan bantuan sosial (bansos) dan program pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun, distribusi bantuan sering kali terhambat oleh birokrasi yang rumit, ketidakmerataan data, dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan bantuan tersebut. Masyarakat miskin di daerah terpencil atau yang memiliki akses terbatas terhadap informasi sering kali tidak mendapatkan bantuan tepat waktu, atau malah terabaikan.
Baca Juga: Daya Beli Menurun, Pedagang Kering Pasar Tradisional Mulai Bingung
Program-program pemberdayaan ekonomi yang ada sering kali belum menyentuh akar masalah kemiskinan secara menyeluruh, seperti masalah keterampilan, pendampingan usaha kecil, dan akses ke pasar. Sebagai hasilnya, meskipun ada banyak program yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan, dampaknya sering kali tidak maksimal.
3. Kegagalan Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Struktural
a. Manajemen Pemerintahan yang Lemah dan Korupsi
Salah satu faktor utama yang memengaruhi efektivitas kebijakan pemerintah di Banten adalah manajemen pemerintahan yang lemah dan praktek korupsi yang masih terjadi di beberapa lapisan. Dalam beberapa kasus, anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk program pemberdayaan masyarakat dan pengurangan kemiskinan justru diselewengkan atau tidak digunakan dengan efisien.
Kurangnya pengawasan dalam implementasi program-program sosial dan ekonomi menyebabkan bantuan dan kebijakan yang dirancang untuk membantu masyarakat miskin menjadi tidak efektif. Di beberapa daerah, misalnya, ada laporan tentang ketidakmerataan distribusi dana desa, yang mestinya bisa digunakan untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas hidup di daerah-daerah yang miskin.
Baca Juga: Telkomsel by.U Luncurkan Paket Internet Nonton Liga Inggris Rp35 ribu
b. Keterbatasan Sumber Daya Manusia dan Pendidikan
Sektor pendidikan di Banten masih menghadapi tantangan besar. Meskipun ada peningkatan jumlah sekolah dan infrastruktur pendidikan, kualitas pendidikan di daerah pedesaan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah perkotaan. Keterbatasan akses pendidikan ini menghambat pengembangan keterampilan sumber daya manusia yang dapat meningkatkan daya saing masyarakat dalam dunia kerja.
Akibatnya, banyak penduduk yang terjebak dalam pekerjaan dengan upah rendah dan tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mengakses pekerjaan yang lebih baik. Hal ini memperburuk siklus kemiskinan yang sulit diputus.
4. Kesimpulan: Kebijakan atau Kegagalan Pemerintah?
Kemiskinan di Banten pada 2024 adalah akibat dari kombinasi antara kebijakan yang tidak merata, kegagalan dalam implementasi program, dan tantangan struktural yang lebih besar. Walaupun pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan dan program untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan antara kawasan industri dan pedesaan masih cukup besar, dan banyak kebijakan yang belum mampu mengatasi akar penyebab kemiskinan dengan efektif.
Baca Juga: 23 Peserta Audisi Indonesian Idol 2024 Sesi 4 Peraih Golden Ticket, Ada dari Banten
Dalam hal ini, kemiskinan di Banten lebih dapat dikatakan sebagai hasil dari kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan yang tidak mampu merangkul seluruh lapisan masyarakat secara adil. Pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan pembangunan, mendesain program yang lebih inklusif, dan memastikan bahwa sumber daya dialokasikan dengan lebih efektif agar kemiskinan bisa benar-benar diatasi.
Pembangunan yang berkelanjutan, pemerintahan yang bersih dan transparan, serta pemberdayaan masyarakat yang lebih luas akan menjadi kunci untuk mengurangi kemiskinan di Banten dalam beberapa tahun mendatang.***



















