Keadilan dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Sebuah Upaya Menuju Negara Bermoral

- Jumat, 16 Desember 2022 | 18:39 WIB
Hamdi Ibrahim. (Dok pribadi)
Hamdi Ibrahim. (Dok pribadi)

Oleh: Hamdi Ibrahim

Mahasiswa STIH Painan

 

Dalam konstitusi negara Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat 3 dinyatakan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”.  Artinya semua hak dan kewajiban warga negara Indonesia sudah diatur di dalam undang-undang dan tentunya dimuat pula hukuman-hukuman bagi yang melanggar aturan tersebut.

Tujuan ditetapkannya Indonesia sebagai negara hukum adalah untuk menciptakan kedamaian dan keadilan, di mana hukum harus ditegakkan seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Namun sayangnya, penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari frasa “adil”, “keadilan”, dan “berkeadilan”. Hal ini dapat dilihat dari opini publik yang masih mendengungkan slogan “hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah” atau “hukum bisa dibeli”. Padahal prinsip dan sifat hukum adalah memaksa, dengan pengertian bisa dipaksakan pemberlakuannya, siapa saja yang melanggar, maka bisa dikenakan sanksi.

Kemudian, apabila negara Indonesia adalah negara hukum, maka siapa saja sama di mata hukum, tidak ada istilah “tebang pilih” di hadapan hukum. Kenyataannya dalam praktik hukum di Indonesia istilah “tebang pilih”, “hukum bisa dibeli”, “hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah” merupakan istilah-istilah yang lestari di masyarakat. Hal tersebut menandakan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih serampangan, sembrono dan jauh dari keadilan.

Padahal, adil adalah nyanyian perjuangan yang dirindukan oleh setiap manusia dalam abad ke XX, meminjam perkataan Zainal Abidin Ahmad. Menurut Zainal Abidin Ahmad, tegaknya keadilan dan tercapainya kemakruan merupakan keinginan dari negara-negara yang menganut paham demokrasi ataupun negara-negara yang menamakan dirinya sosialis.

Negara Indonesia yang menganut paham demokrasi, dalam Pancasila sila kedua menegaskan Indonesia adalah negara yang berkemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, menegakkan keadilan dan memanusiakan manusia merupakan cita dari negara ini.

Jauh panggang dari api, keadilan hanyalah mimpi dari orang-orang yang tidak mempunyai kuasa terhadap negara ini, sedangkan mereka yang berkuasa bisa bertamasya dan lepas dari jeratan hukum. Sudah bukan rahasia umum, bagaimana para koruptor bisa tidur lebih nyenyak daripada mereka yang hanya mencuri ayam, motor, atau yang lainnya. Bagaimana para anggota dewan bisa berduduk santai di parlemen, sedangkan rakyat harus bekerja banting-tulang, berkeringat demi sesuap nasi.

Padahal dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 dinyatakan bahwa hakim mempunyai kuasa penuh untuk menyelenggarakan peradilan demi tegaknya keadilan.

“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”

Kemudian, dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) ditegaskan bahwa memperoleh keadilan adalah hak semua warga negara Indonesia. Selanjutnya, dalam Pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945 secara tegas pula telah memberikan jaminan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Dalam realitas bernegara ternyata hal tersebut tidak berjalan dengan baik, hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, sudah menjadi buah bibir yang berkembang di tengah masyarakat kita.

Konsep Keadilan Menurut Ibnu Sina

Halaman:

Editor: Hamdi Ibrahim

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Berbaik Sangka Kepada Virgojanti

Rabu, 22 Maret 2023 | 07:00 WIB

Arti Penting Taiwan Bagi Indonesia

Minggu, 12 Februari 2023 | 21:59 WIB

Merajut Kembali Tenun Perjuangan NU dan PKB

Jumat, 10 Februari 2023 | 05:46 WIB

Banten dan Refleksi Akhir Tahun 2022

Sabtu, 31 Desember 2022 | 17:44 WIB

Prediksi Kemenangan Brasil dan Filosofi Jogo Bonito

Jumat, 9 Desember 2022 | 16:14 WIB

Guru ‘Berjoget’ dan Rasa Malu?

Rabu, 30 November 2022 | 14:49 WIB

Desa Penyangga Ketahanan Pangan Nasional

Rabu, 23 November 2022 | 17:39 WIB

Menyulut Politik Cinta, Memadamkan Politik Identitas

Minggu, 13 November 2022 | 08:43 WIB

Tantangan Globalisasi dan Transformasi Teknologi

Selasa, 26 Juli 2022 | 18:58 WIB

Demokrasi Pancasila

Rabu, 1 Juni 2022 | 12:01 WIB

Demokrasi dan Populisme

Jumat, 20 Mei 2022 | 19:34 WIB

Opini WTP versus Korupsi Banten

Jumat, 15 April 2022 | 19:03 WIB
X