Tantangan Globalisasi dan Transformasi Teknologi

- Selasa, 26 Juli 2022 | 18:58 WIB
Dr Agus Lukman Hakim (Dok Pribadi)
Dr Agus Lukman Hakim (Dok Pribadi)

Oleh : Agus Lukman Hakim

Peradaban memasuki era baru dengan hadirnya bersatunya desain sektor keuangan dan informasi. Dunia menjadi semakin dekat dengan hadirnya media digital hususnya social media. Dulu manusia akan dipublikasikan oleh media tertentu yang hanya dimiliki oleh korporasi.

Sekarang tiap individu dapat mempublikasikan dirinya dalam media social tanpa mengenal dimensi ruang dan waktu. Kadang intensitas pertemuan pun tidak perlu lagi melalui kontak fisik tapi cukup dalam media on line. Cukup instan dan sangat cepat.

Kondisi ini tentu memiliki dampak positif dan negatif. Kadang si pemilik media social lupa akan mengekspresikan diri. Mana ruang pribadi dan ruang publik. Sehingga wajar jika karena merasa media social ruang privasinya, kadang seseorang bisa berkata atau mempublikasikan gambar yang kadang tidak tepat  dimata publik.

Pada era ini kita diminta untuk mawas diri dan bersikap untuk memberikan solusi pada tiap fenomena yang terjadi. ALLOH Swt berfirman, “ bacalah”(QS. Al-Alaq:1). Tentu pertanyaan kita muncul. Apa yang dibaca? Sebagian cendikiawan menyampaikan,” bacalah seluruh fenomena alam semesta ini.” Kenapa ALLOH Swt memerintahkan pada kita agar membaca seluruh kehidupan ini? Ini agar kita dapat memahami realitas yang terjadi secara jelas dan akurat serta menyikapinya dengan tepat sesuai dengan realitas. Menjadi pribadi pembelajar yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungannya.

Baca Juga: Banyak Pelaku Ekraf Belum Kantongi Legalitas, Fekraf Banten Sambangi Dinas Koperasi dan UMKM Banten

Proses adaptasi dan transformasi menjadi tantangan dalam turbalensi kehidupan. Tuntutannya bisa menjadi bunglon, jika dia hinggap, maka warna dan coraknya akan berubah mengikuti lokasi yang ia tempati. Pola transformasi menjadi mazhab baru yang ideal. Mazhab ini disebut dengan Post Modern Perspektif.

Mazhab tersebut mengkritisi hal tersebut karena sulit sebuah perusahaan/instansi untuk terus beradaptasi dengan lingkungannya. Perlu waktu dan cost yang besar dalam menghadapi hal tersebut. Di tambah lagi belum tentu setiap organisasi mampu beradaptasi pada seluruh lingkungan karena tiap organisasi memiliki corporate culture masing – masing.

Mazhab ini menawarkan cara pandang pandang yang berbeda, organisasi yang unggul terjadi bila ia tetap berada dalam core competency dan ideal value yang dimiliki lalu ia mampu mentranformasi lingkungannya sehingga masyarakat yang ada di sekitarnya mengikuti pola berfikir dan bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam organisasi. Aqua berhasil mentransformasi cara berfikir masyarakat Indonesia yang dulu hanya mengandalkan air minum dari air yang telah direbus ke air minum dalam kemasan. Instan dan tapi perusahaan telah melakukan riset untuk menjaga higienitasnya.

Baca Juga: Wamenag Minta Mahasantri UIN SMH Banten Ajarkan Islam Moderat

Arah modernisasi diorientasikan pada transformasi lingkungan. Untuk melakukan transformasi lingkungan maka tentu tiap organisasi atau pribadi harus memiliki setidaknya beberapa aspek, yaitu : 1) Core Competency (Kemampuan/Skill utama yang dimiliki), 2) Ideal Value. Kalau diperusahaan dilambangkan dengan budaya organisasi (Coorporate Culture), 3) kejujuran (Integritas), 4) Memahami secara jernih dan bijak terhadap lingkungan, 5) Menjadi Agen perubahan (Agent Of Change). Kelima aspek ini mutlak diperlukan dalam melakukan melakukan transformasi lingkungan baik oleh organisasi maupun individu. Beberapa ahli hikmah menyampaikan,”Perbaiki dirimu dan ajak orang lain dalam kebaikan.”

Memperbaiki diri ini berarti menjadikan pribadi bercahaya. Agar cahaya tersebut dapat menyinari sekelilingnya. Tentu bukan seperti lilin yang cahayanya menyinari sekelilingnya lalu tubuhnya sendiri hancur. Tapi ibarat matahari yang cahaya dapat memberikan penerang bagi alam semesta bahkan memiliki vitamin D yang dapat menguatkan tubuh manusia.

Globalisasi memang diringi dengan arus informasi dan daya saing yang ketat namun kadang banyak ruang kosong atau bahkan ruang kegelapan akibat dampak globalisasi tersebut. Hal ini terlihat dengan meningkatnya orang yang bunuh diri, kesenjangan social semakin besar, tawuran pelajar, pengguna narkotika sudah memasuki kalangan terdidik dan kaum akademisi, HIV/Aid makin cepat menyebar ke berbagai kalangan. Ini tentu harus kita anasis bersama bahwa Abad ini bukan hanya memiliki dampak positif tapi memiliki banyak efek negatif yang ini menjadi tugas kita bersama untuk terus dibenahi dari berbagai lingkungan baik keluarga, pendidikan, masyarakat dan juga pemerintah. Sehingga salah satu tantangan bagi para alumni perguruan tinggi, jauh lebih komplek dibandingkan periodesasi sebelumnya. Bahkan menjadi tantangan baru untuk melakukan perbaikan yang lebih besar. Oleh karena itu, bekal Kompetensi, komunikasi dan kejujuran serta kemampuan berkolaborasi menjadi kunci utama agar unggul bersaing.

*Penulis adalah Akademisi STIA Banten

Editor: Muhaemin

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Berbaik Sangka Kepada Virgojanti

Rabu, 22 Maret 2023 | 07:00 WIB

Arti Penting Taiwan Bagi Indonesia

Minggu, 12 Februari 2023 | 21:59 WIB

Merajut Kembali Tenun Perjuangan NU dan PKB

Jumat, 10 Februari 2023 | 05:46 WIB

Banten dan Refleksi Akhir Tahun 2022

Sabtu, 31 Desember 2022 | 17:44 WIB

Prediksi Kemenangan Brasil dan Filosofi Jogo Bonito

Jumat, 9 Desember 2022 | 16:14 WIB

Guru ‘Berjoget’ dan Rasa Malu?

Rabu, 30 November 2022 | 14:49 WIB

Desa Penyangga Ketahanan Pangan Nasional

Rabu, 23 November 2022 | 17:39 WIB

Menyulut Politik Cinta, Memadamkan Politik Identitas

Minggu, 13 November 2022 | 08:43 WIB

Tantangan Globalisasi dan Transformasi Teknologi

Selasa, 26 Juli 2022 | 18:58 WIB

Demokrasi Pancasila

Rabu, 1 Juni 2022 | 12:01 WIB

Demokrasi dan Populisme

Jumat, 20 Mei 2022 | 19:34 WIB

Opini WTP versus Korupsi Banten

Jumat, 15 April 2022 | 19:03 WIB
X