BANTENRAYA.COM – Tragedi Kanjuruhan Malang dan Itaewon Seoul Korea Selatan menjadi jejak sejarah tragisnya sebuah pertunjukan dengan melibatkan kontak fisik puluhan ribu orang dalam satu tempat.
Bahkan ratusan orang akhirnya meregang nyawa akibat berhimpitan dalam sebuah acara.
Hal itu karena kebanyakan dari ratusan korban jiwa tersebut diduga henti jantung karena tidak lagi mendapatkan asupan oksigen untuk memompa jantung.
Baca Juga: Rumah Kontrakan di Jombang Wetan Kota Cilegon Terbakar, Pemadam Kebakaran Lakukan Evakuasi
Dalam kondisi adanya puluhan ribu orang itu, membuat atmosfir udara berubah, hal itu juga mengakibatkan sedikitnya oksigen yang dihirup dan membuat reaksi terhadap tubuh sehingga mengakibatkan henti jantung.
Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr. Vito Anggarino Damay, Sp.JP menjelaskan, sangat berbahaya jika kondisi banyak orang bahkan puluhan ribu orang berdesakan. Hal itu mengakibatkan kekurangan oksigen sehingga terjadi henti jantung.
“Ketika orang-orang berada dalam kerumunan dan berdesakan dengan orang lain misalnya di depan, belakang, kanan dan kirinya, maka nafasnya menjadi kurang lega dan ada risiko dada terhimpit sehingga menyebabkan dia tidak bisa bernapas dengan baik,” katanya dikutip dari Antaranews.Com, Senin 31 Oktober 2022.
Baca Juga: Profil dan Biodata Lee Jihan Artis Korea yang Jadi Korban Tragedi Halloween Itaewon
“Oksigen akhirnya terganggu. Tubuh mengalami kekurangan oksigen,” imbuh Vito.
Akibatnya, lanjut Vito, kondisi adanya puluhan atau ribuan orang akan mengakibatkan ketegangan dan memicu adrenalin.
Bahkan, dalam kondisi tersebut dibandingkan oksigen, udara karbondioksida lebih banyak dan mengakibatkan pembuluh darah menjadi kuncup.
Baca Juga: Ini Link Tes IQ yang Paling Banyak Dicari, Ketahui Tingkat Kecerdasan Kamu!
Hal itu akan berefek oksigen tidak bisa terhantar dengan baik karena fungsi jantung sebagai pompa pembuluh darah dan penghantar oksigen juga mengalami kekurangan oksigen.
“Bayangkan jantung sebagai pompanya saja tidak dapat oksigen juga. Inilah yang menyebabkan terjadinya henti jantung,” ucapnya.
Vito mengatakan, dekat jantung akan semakin lambat karena henti jantung. Sebab hipoksia atau kekurangan oksigen dalam sel otot jantung menyebabkan asistol atau henti jantung dengan tidak adanya detak jantung.
“Tanda awal hipoksia yang dapat dikenali antara lain pusing, sesak, mata berkunang-kunang, keringat dingin dan lemas.
Salah satu tindakan yang harus dilakukan, jelas Vito, melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP), yang dikenal sebagai pijat jantung.
“Pijat jantung dapat menolong meningkatkan survival sampai 40 persen dan bahkan dilakukan tanpa menggunakan bantuan napas,” kata dia.
Sebelumnya, sekitar 50 orang mengalami henti jantung dan mendapatkan CPR usai berdesakan di kerumunan area Itaewon, Seoul, Korea Selatan yang kemungkinan berhubungan dengan pesta Halloween.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan masa berkabung nasional pada Minggu (30/10) setelah perayaan Halloween itu menewaskan sekitar 151 orang dan 76 orang lainnya terluka dalam peristiwa itu. *



















