BANTENRAYA.COM – Penegakan hukum kasus emas PT Aneka Tambang atau Antam Tbk, diminta agar benar-benar profesional dan tidak hanya sekadar mencari sensasi.
Pasalnya keputusan hukum yang tidak profesional bisa berdampak buruk pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap emas perusahaan pelat merah tersebut.
Hal itu disampaikan Ahli Hukum Pidana yang juga sekaligus Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Jakarta Septa Candra menanggapi vonis terhadap enam terdakwa kasus cap lebur emas PT Antam pada akhir Mei lalu.
Namun uniknya dalam dakwaan itu, hakim PN Jakarta Pusat menyebutkan kerugian negara hanya Rp3,3 triliun atau jauh lebih rendah dari hitungan Kejaksaan Agung yang menyebut potensi kerugian negara hingga Rp5,9 kuadriliun.
Baca Juga: 44 Rumah Tidak Layak Huni di Kota Cilegon Bakal Direnovasi, Per KK Terima Rp30 Juta
“Kasus dugaan korupsi senilai Rp5,9 kuadriliun dan beredarnya 109 ton emas palsu yang dikaitkan dengan PT Antam akhir-akhir ini semakin memperlihatkan apa dan bagaimana peristiwa yang sebenarnya terjadi,” ujar Septa kepada wartawan, Senin 28 Juli 2025.
Ia menyebut, fakta terbaru mengungkapkan bahwa emas yang dipersoalkan bukanlah emas palsu, melainkan emas yang diproduksi oleh pihak swasta dengan menggunakan cap atau merek Antam tanpa izin resmi.
“Bahkanberasal dari tambang illegal,” katanya.
Septa menjelaskan, dari persidangan terhadap enam tetdakwa yang merupakan mantan pejabat Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam tersebut terungkap beberapa fakta. Di antaranya bahwa tidak benar isu yang beredar di masyarakat adanya 109 ton emas palsu.
Baca Juga: Juara Pencak Silat O2SN SMP Tingkat Kota Cilegon Siap Bertarung di Provinsi Banten
Sebab, yang terjadi sebenarnya adalah penggunaan logo atau merek PT Antam secara ilegal oleh pihak tertentu guna mendapatkan keuntungan secara personal atau kelompoknya.
Sehingga menimbulkan kerugian bagi PT Antam, terutama dalam koridor bisnis yang berdampak menurunnya kepercayaan masyarakat.
“Maka dari sini seharusnya proses penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung adalah terkait dugaan tindak pidana penipuan, pemalsuan merek, perlindungan konsumen, serta penyalahgunaan fasilitas oleh oknum pejabat PT. Antam untuk menguntungkan diri sendiri, korporasi, atau pihak swasta lainnya. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan unsur-unsur tindak pidana dalam undang-undang tersebut, ” jelasnya.
Oleh karenanya, dalam kasus tersebut, penegak hukum dalam hal ini penyidik Kejaksaan Agung harus hati-hati dan menjelaskan secara terbuka dan terang benderang ke masyarakat tentang fakta yang sebenarnya terjadi.
Baca Juga: Kalah di Kandang, Timnas Indonesia Harus Puas Jadi Runner Up ASEAN U234 Championship
Mengingat emas yang diproduksi PT Antam merupakan emas yang diperjualbelikan di masyarakat dengan standar internasional produksi perusahaan lokal dengan proses verifikasi dan uji kualitas yang sangat ketat.
Selain itu, PT Antam merupakan satu-satunya produsen emas di Asia Tenggara yang tersertifikasi LBMA (London Bullion Market Association). Artinya, emas batangan produksi Antam telah memenuhi standar internasional dan tidak mungkin dipalsukan secara fisik tanpa diketahui oleh pihak-pihak tertentu yang mempunyai fasilitas.
“Keterbukaan dari penegak hukum untuk menjelaskan dan memberikan informasi kepada masyarakat menjadi penting agar tidak menimbulkan kegaduhan dan menurunnya kepercayaan masyarakat untuk membeli emas Antam,” paparnya.
Di samping itu, lanjut Septa, penting untuk memastikan bahwa proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan due process of law, tanpa tindakan yang sewenang-wenang atau penyimpangan dari prosedur yang adil.
Baca Juga: Polisi Temukan Kendaraan Terindikasi Bodong Selama Operasi Patuh Maung di Lebak
“Ketidaksesuaian dalam proses penegakan hukum tidak hanya merugikan keadilan, namun juga pada akhirnya akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan,” jelasnya.***


















