BANTENRAYA.COM – Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf merespons adanya kritik dari Amerika Serikat (AS) terhadap aturan industri halal yang ada di Indonesia.
Kritik yang diberikan oleh AS terhadap aturan Sertifikasi Halal yang ada di Indonesia tersebut dinilai sebagai aturan yang ketat dengan berbagai mekanisme.
Dikutip Bantenraya.com dari laman nu.or.id, berikut respon Gus Yahya tentang kritik dari AS dengan adanya Sertifikasi Halal di Indonesia.
Baca Juga: Nasib Petani Lebak di Tengah Melambungnya Harga Kelapa di Pasar, Hanya Dibeli Rp3 Ribu Perbutir
Gus Yahya menegaskan bahwa Sertifikasi Halal yang ada di Indonesia tersebut perlu dilihat sebagai sebuah aturan yang berlaku di negara dan masyarakat.
“Protes AS boleh saja, tapi kita punya kedaulatan untuk membuat aturan pengaturan tentang semua hal di dalam masyarakat kita untuk melindungi,” kata Gus Yahya.
Selain itu, Gus Yahya menganggap bahwa aspirasi masyarakat Indonesia yang menginginkan adanya produk halal karena mayoritas adalah pemeluk agama Islam.
“Menurut saya normal saja kalau masyarakat punya aspirasi untuk mendapat perlindungan dalam produk halal dalam hal ini aturan halal, saya kira hal itu normal dan patut,” ujar Gus Yahya.
Gus Yahya tidak mempersoalkan kritik dari AS yang keberatan dengan adanya Sertifikasi Halal di Indonesia, tetapi dirinya mengingatkan bahwa semua barang yang masuk ke Indonesia harus mengikuti aturan yang berlaku.
“Kalau AS keberatan ya itu urusan mereka. Kalau mereka memasukkan barang ke sini harus ikut aturan kita. Sekarang saja mereka soal tarif juga membuat masalah seperti itu,” jelas Gus Yahya.
Baca Juga: Sampaikan Ucapan Selamat, Demokrat Minta Zakiyah-Najib Rangkul Semua Elemen
“Ini juga kan bukan cuma Indonesia, ada juga negara lain yang membuat aturan lain yang sama, apalagi negara-negara Islam yang jelas-jelas menyatakan sebagai negara Islam jelas aturannya mungkin lebih ketat daripada aturan produk halal kita,” sambungnya.
Tidak hanya itu, Gus Yahya menganggap bahwa permasalahan yang mendasar adalah soal kepentingan dalam perdagangan yang mungkin menguat bukan datang dari pemerintah AS.
“Kita punya kepentingan melindungi masyarakat kita, toh mereka tidak dilarang untuk jual barang disini juga toh?” ucapnya.
Baca Juga: Walikota Serang Budi Rustandi Tinjau Gerakan Tanam Padi Serentak Untuk Ketahanan Pangan
Gus Yahya menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kepentingan untuk menggunakan produk halal, tapi mereka (AS) tidak punya kepentingan.
“Cuma nggak pakai produk halal gitu walaupun mereka tidak butuh produk halal, tapi mereka boleh saja menjual produk halal di sini kan nggak apa-apa cuma nggak pakai label halal,” pungkasnya.
Sebelumnya, melalui laporan tahunan United State Trade Representative (USTR) atau Kantor Perwakilan Dagang AS dalam National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers (NTE) 2025, Pemerintah AS menilai Indonesia masih menerapkan berbagai hambatan perdagangan yang mengganggu akses pasar bagi produk dan layanannya.
Baca Juga: Bupati Tangerang Lepas Kafilah untuk MTQ Provinsi Banten 2025
AS mengkritik implementasi sertifikasi halal wajib di Indonesia yang tidak transparan dan memberatkan eksportir asing. Beberapa peraturan ditetapkan tanpa pemberitahuan kepada WTO. ***


















