BANTENRAYA.COM – Ratusan warga yang terdiri dari jawara, ulama, tokoh masyarakat, dan aktivis menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Provinsi Banten pada Kamis, 13 Februari 2025.
Dalam aksinya, mereka menolak Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 yang dianggap merugikan masyarakat pesisir Banten serta berpotensi menjadi bentuk dominasi oligarki atas tanah rakyat.
Aksi yang dipimpin oleh Persatuan Pendekar Macan Kulon ini mendesak DPRD Provinsi Banten Banten untuk melayangkan rekomendasi penolakan terhadap proyek tersebut.
Perwakilan massa aksi, Mursalin Sayuti menegaskan, bahwa proyek PIK 2 dinilai merampas hak masyarakat dan merusak lingkungan pesisir utara Banten.
Baca Juga: Tim Tabur Kejati Banten Tangkap Buron Kasus Korupsi di Pandeglang Setelah 6 Tahun Pelarian
“Kami datang untuk menagih janji DPRD agar berjuang bersama rakyat. PIK 2 harus dihentikan karena merampas hak masyarakat,” tegas Mursalin dalam orasinya.
Audiensi antara perwakilan massa dan Komisi IV DPRD Banten sempat berlangsung, namun tidak berjalan kondusif.
Massa kecewa karena Ketua DPRD Provinsi Banten Fahmi Hakim tidak hadir.
Akibatnya, audiensi berakhir singkat, dan massa memilih meninggalkan ruangan.
“Kami datang untuk menagih janji, tapi yang kami dapatkan hanya kekecewaan. Tidak ada satu pun anggota dewan yang menemui kami. Mereka beralasan sedang reses,” ujar Mursalin.
Baca Juga: Sharp Aquos R9 Pro dan Aquos Sense9 Meluncur ke Pasar Indonesia
Menurutnya, reses bisa dijadwalkan ulang mengingat situasi ini yang dirasakan masyarakat saat ini sangat mendesak.
“Aksi kami sudah diberitahukan jauh hari sebelumnya. Seharusnya mereka hadir dan mendengarkan aspirasi rakyat,” tambahnya.
Selain menyuarakan penolakan terhadap proyek, Mursalin juga mengungkapkan, adanya intimidasi terhadap warga di Tanjung Pasir, Desa Kohod, dan Desa Muncung.
Ia menyebut, sejumlah warga mendapat ancaman dari preman bayaran yang diduga terkait dengan pihak proyek.
“Warga diancam akan dipenjara dan keluarganya diintimidasi jika menolak pembangunan,” ungkap Mursalin.
“Mereka datang melapor karena ketakutan,” lanjutnya.
Mursalin menegaskan bahwa, aksi penolakan ini tidak akan berhenti.
Ia menyatakan, akan kembali turun ke jalan pada 18 Februari 2025 bersama Front Persaudaraan Islam untuk mendesak pemerintah menghentikan proyek PIK 2.
Baca Juga: Perubahan PPDB ke SPMB, Dindikbud Kota Cilegon Tunggu Aturan Pemerintah Pusat
“Kami akan terus mengawasi dan menuntut keadilan bagi rakyat Banten. Karena pemberbentian proyek tidak akan bisa berjalan tanpa adanya campur tangan dari pejabat publik. Jika tuntutan kami diabaikan, aksi besar akan kami gelar,” pungkasnya.
Sementara itu, terpisah, salah seorang anggota Komisi IV DPRD Banten, Juheni M Rois yang menemui massa aksi saat audiensi menyampaikan, pihaknya menerima segala aspirasi yang disampaikan.
“Kami menghargai penolakan masyarakat atas proyek ini. Kami juga menolak setiap pembangunan yang merugikan rakyat,” kata Juheni.
“Seperti laut yang sampai dipagar, itu kan jelas melanggar aturan. Kami meminta agar itu diusut tuntas, termasuk siapa yang menyuruh dan membiayai pemagaran tersebut,” lanjutnya.
Kendati demikian, Juheni menjelaskan bahwa, tuntutan untuk pembatalan PSN PIK 2 tidak sepenuhnya berada di tangan DPRD Provinsi Banten, karena proyek tersebut merupakan keputusan pemerintah pusat.
Namun, DPRD berkomitmen untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pihak terkait dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“PSN itu keputusan Presiden, jadi meminta DPRD untuk membatalkannya sebetulnya salah kamar. Tapi kami tetap akan mengawal aspirasi masyarakat agar pembangunan dilakukan dengan adil dan transparan,” tegasnya.
Juheni juga turut menyoroti proyek PSN PIK2 yang semestinya ditujukan untuk kepentingan negara dan masyarakat, bukan untuk korporasi.
Baca Juga: Kekeuh Ingin Ketemu Ketua DPRD Banten, Audiensi Soal Penolakan PIK 2 Diwarnai Kericuhan
“PSN itu untuk kepentingan negara, untuk kepentingan Rakyat. Bukan untuk kepentingan korporasi. Apalagi cara-cara untuk mendapatkannya itu penuh dengan kecurangan, penuh dengan kedzoliman,” jelasnya.
“Terkait rekomendasi untuk penolakan, itu berpulang kepada pimpinan di DPRD. Karena tadi saat audiensi kan kita belum jelas apa saja yang menjadi tuntutan selain menolak pembangunan, tapi nanti akan kami sampaikan,” pungkasnya.***


















