BANTENRAYA.COM – Kisah pilu datang dari sebuah keluarga kurang mampu di Kampung Turus Elor, Desa Sukadaya, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak.
Selama 2 bulan terakhir, mereka terpaksa tinggal di tenda darurat setelah rumah mereka ambruk akibat diterpa hujan deras dan angin kencang.
Reni Rohaeni (41) bersama suaminya Ahmad Supeji (45) dan tiga anaknya tinggal di tenda bantuan dari Kementerian Sosial.
Baca Juga: Bukan Lagi Diam! Warga Cimarga Long March Tolak Tambang Pasir yang Merusak Lingkungan
Kondisi mereka sangat memprihatinkan, terlebih karena belum mendapatkan bantuan tambahan dari pemerintah sejak kejadian tersebut.
Saat ditemui, Reni bahkan tak mampu menahan tangis saat menceritakan kesulitan yang dialaminya tinggal di tenda yang tak layak huni.
“Tinggal di tenda perasaannya enggak enak pak, kalau malam itu panas, ditambah takut ular juga karena posisi rumah kan dekat dengan hutan. Belum lagi kalau malam anak tidur pada kepanasan, pada nangis pak. Ya mau gimana lagi pak, enggak ada tempat buat tinggal,” kata Reni, Minggu, 6 Juli 2025
Baca Juga: Banten Warriors Makin Ngeri, Stefano Lilipaly Resmi Gabung Dewa United
Reni menceritakan, rumah mereka yang roboh itu dibangun pada 2019 dari sisa-sisa material bangunan bekas kebakaran.
Akibat usia dan bahan bangunan yang rapuh, rumah tersebut tak kuat menahan terjangan cuaca ekstrem.
Karena keterbatasan ekonomi, keluarga ini tidak mampu membangun kembali rumah mereka.
Baca Juga: Persiapan Budaye Cilegon Fest 2025 Terus Digeber, Peserta Penari Bakal Diseleksi Ketat
Suaminya hanya bekerja sebagai penjual es kopyor keliling, dan penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari.
“Suami saya cuma pedagang es keliling. Anak saya tiga yang sudah lulus sekolah SD ada satu, tetapi tidak diterusin sekolahnya karena enggak ada biayanya. Biar pun sekolah gratis, kan buat uang jajan sehari-hari yang susah,” tuturnya.
Meski hidup dalam kondisi serbakekurangan, Reni mengaku tidak pernah menerima bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Baca Juga: Mulai Juli 2025! UMKM Resmi Bisa Berjualan di Stadion Geger Cilegon, Ini Persyaratannya
Kini, keluarga ini hanya bisa berharap ada bantuan dari pemerintah atau uluran tangan dermawan agar bisa kembali tinggal di rumah yang layak.
Sementara sang suami, Supeji mengaku tak bisa berbuat banyak. Pasalnya, pendapatannya dari berjualan es keliling tak cukup jika harus disisihkan untuk membangun atau setidaknya menyewa tempat tinggal yang layak.
Dalam sehari sehari, Supeji biasanya hanya mendapatkan Rp90 sampai Rp120 ribu. Uang itu kemudian ia putar untuk modal, dan kebutuhan dapur.
Baca Juga: Pemprov Banten Siap Rombak Total BUMD, Audit Kinerja Sudah Dimulai
“Selama dua bulan tentu berat buat kami tinggal di tenda darurat. Ruang gerak kami tak leluasa, dan istirahat tak nyaman,” tandasnya. ***



















