BANTENRAYA.COM – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Banten mengecam pembebasan dua orang tersangka pelaku pemerkosaan gadis difabel di Kota Serang.
Pembebasan dua orang terduga pelaku pemerkosaan gadis difabel ini didasari atas penyelesaian secara damai di antara keluarga pelaku dan korban.
Koordinator Presidium KMS Banten Uday Suhada mengatakan, pada hari Senin, 17 Januari 2021 Polres Serang membebaskan dua orang terduga pelaku tindak pidana perkosaan terhadap gadis difabel mental berusia 21 tahun di Kota Serang.
Baca Juga: Pemkot Cilegon Bangun Empat Ruang Terbuka Publik Tahun Ini
Sebelumnya, kedua pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan di Mapolres Serang Kota.
Menyikapi ini, KMS Banten mengecam atas tindakan pembebasan pelaku tindak pidana perkosaan terhadap perempuan difabel mental tersebut.
Pembebasan pelaku sebagai Tindakan pembiaran dan impunitas terhadap pelaku, sehingga membuka peluang pelaku mengulangi kekerasan seksual yang sama pada korban atau orang lain,” ujar Uday, Selasa, 18 Januari 2022.
Baca Juga: Gempa Sumur Pandeglang Akibat Pergerakan Lempeng Samudera Indo-Australia
Kerentanan kondisi korban dan keluarganya seharusnya menjadi pertimbangan untuk menyelesaikan proses hukum kasus tersebut.
Praktek mediasi dalam kasus perkosaan yang dilakukan kepolisian, menyalahi prosedur asas keadilan di mata hukum dan mencederai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Saat ini pemulihan dan rasa aman korban menjadi hal yang penting untuk terus diupayakan,” kata Uday.
Dalam penanganan kasus ini seharusnya kepolisian berkoordinasi dengan lembaga pendamping dan/ atau bantuan hukum untuk memastikan korban dan keluarga mendapatkan pendampingan dalam proses hukum.
Baca Juga: Kecelakaan di Tol, 2 Penumpang Bus Asli Prima Meninggal dan 5 Penumpang Luka-Luka
Kepolisian juga seharusnya mendatangkan ahli, juru bahasa isyarat yang mendukung korban disabilitas mental dalam memberikan kesaksian dan mendukung hadirnya alat bukti tambahan.
Bukan malah membebaskan tersangka dan memfasilitasi perdamaian.
Pembebasan tersangka menjadi teror bagi korban dan keluarga korban, dan pembiaran penegakan hukum sehingga korban tetap terintimidasi dan tidak mendapat keadilan.
Uday menjelaskan, tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan delik biasa dan bukan delik aduan.
Karena itu, pihak Kepolisian, dalam hal ini penyidik, tetap berkewajiban untuk melanjutkan proses perkara perkosaan tersebut tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban.
Baca Juga: Ramai #HarunaOut di Medos, Ini Profil Lengkap Haruna Soemitro Exco PSSI yang Kritik ShinTae Yong
Pencabutan laporan yang dilakukan oleh pelapor tidak dapat menghentikan proses penegakan hukum terhadap dua orang tersangka pelaku Tindak Pidana Perkosaan.
Pasal 285 KUHP berbunyi, “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.”
Maka dari itu, kata Uday, KMS Banten menuntut kepada Polres Kota Serang untuk melanjutkan perkara dan menahan dua orang pelaku tersebut yang merupakan delik biasa sesuai pasal 285 KUHP.
Juga mendorong LPAI dan P2TP2A Kota Serang memberikan hak pemulihan dan rasa aman bagi korban dan keluarga korban akibat kasus pemerkosaan tersebut. ***



















