CILEGON, BANTEN RAYA - Manajemen PT. Indonesia Power (IP) yang mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya Unit 1-7 mengakui hujan debu yang dikeluhkan warga di Kelurahan Suralaya berasal dari mereka, Senin (22/2/2021).
Hal itu terjadi lantaran adanya tekanan aliran udara berlebih yang tidak tertangkap oleh alat penangkap debu atau Electrostatic Precipitator (ESP) di Cerobong Asap Unit 1.
Manager K3, Lingkungan dan Pemeliharaan Sipil PLTU Suralaya, Dony Rafika mengatakan, kejadian debu yang mencemari lingkungan berawal saat pihaknya menemukan adanya indikasi gangguan pada peralatan Induced Draft Fan (IDF) akibat kabel terputus. Untuk menangani masalah tersebut, pihaknya memutuskan untuk melakukan penanganan cepat.
"Karena ada rantas tersebut, ini akan potensi loss, putus beneran, dia akan full open. Efeknya udara itu mengalir saja keluar, plong. Seperti knalpot tidak ada saringan," kata Dony saat memberikan keterangan pers, Selasa (23/2).
Dony menjelaskan, dalam penanganan trouble tersebut ada opsi-opsi yang tidak sembarangan. Karena bila langkah penanganan tidak tepat maka akan berisiko tinggi. Penanganan tersebut bisa dilakukan secara manual atau tetap menggunakan sistem. Penanganan dilakukan dengan mengendalikan alat pengendali ESP secara sistem maka akan terjadi pembuangan sisa pembakaran yang tinggi dan terus menerus.
“Sementara jika opsi lain dengan mematikan (shutdown) mesin unit 1 dilakukan, maka akan mengancam supply listrik Jawa-Bali terputus sementara. Kedua opsi itu tidak dilakukan karena punya kemungkinan terburuk. Manajemen kemudian memutuskan untuk melakukan perbaikan secara manual namun tetap dalam kondisi unit 1 beroperasi. Kita tidak mau menginginkan hal terburuk itu terjadi maka kita putuskan untuk melakukan perbaikan dalam kondisi beroperasi," urainya.
Dalam perbaikan tersebut, kata Doby, damper yang terdapat alat pengendali dikunci. Hal itu dilakukan agar saat bergerak dinamik, sesuai dengan beban dan frekuensi, dapat mencapai titik keseimbangan. Saat ada keseimbangan itu, pihaknya mengaku terdapat kejutan. Getaran dari kejutan mengakibatkan aliran udara itu cenderung maksimum diatas ESP sehingga mengeluarkan fly ash.
"Karena ada kejutan, keluarlah debunya itu. Tidak tertangkap maksimal," jelasnya.
Perbaikan itu, kata dia, cuman memakan waktu 17 menit dengan semburan fly ash satu kali disaat terjadi awal getaran. Pasca kejadian, manajemen melakukan penanganan berkala meminimalisasi pencemaran. Saat ini, pihaknya berupaya agar pembuangan sisa pembakaran tetap dijalankan tersistem dengan tekanan aliran udara dibatas minimum. "Yang bisa kita ambil untuk kedepannya agar dampak tidak lebih besar. Dampak pasti terjadi, tapi kita meminimize-nya," ungkapnya.
Pihaknya memastikan, hujan debu yang dikeluhkan oleh warga bukan tergolong limbah B3. Fly ash tergolong limbah nonton B3 sesuai PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Jadi sebelumnya itu B3. Tetapi setelah PP 22 Tahun 2021 keluar, fly ash itu tergolong limbah non B3," terangnya.
Sementara itu, Manager Humas, Keamanan dan SDM PLTU 1-7 Suralaya, Tutang Sodikin memohon maaf kepada warga yang terdampak pencemaran debu.
"Kami atas nama dari perusahaan, mohon maaf kepada warga dengan kejadian kemarin yang sesaat itu, ada perbaikan, mungkin ada dampak abu. Mudah-mudahan itu tidak terulang kembali," ucapnya.
Sejauh ini, upaya penanganan warga jika terdampak telah difasilitasi pihaknya. Perusahaan bekerjasama dengan puskesmas menyediakan pemeriksaan kesehatan bagi warga terdampak. "Perusahaan kita bertanggung jawab terkait kesehatan masyarakat. Kami tim dan CSR humas ada kerjasama melalui Puskesmas," tutupnya. (gillang)