Oleh : Riswanda
Seminar Nasional Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) baru saja, mengutip adagium Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri, menyoal kepelikan beliau ‘karena tidak ada yang bertanya-tanya mengapa Indonesia bisa dijajah’.
Kesempatan baik Peringatan Hari Lahir Pancasila ini sebetulnya dapat menyematkan pertanyaan kritis soal kedaulatan, hubungannya dengan kemandirian dan ketahanan pangan Indonesia.
Catatan intelektual Riswanda dkk (2022) dalam ‘Deconstructing Perspective on Contemporary Notion of Food Security: A Critical Systemic Praxis’, patut dijadikan cerminan kritis perihal seberapa jauh sorotan Kebijakan Pangan Nasional mengarah pada kedaulatan pangan.
Lalu, apa kaitan antara adagium di atas dengan arah Kebijakan Pangan? Seberapa jauh Nusantara telah lepas dari ketergantungan beras impor? Bagaimana dan menurut sudut kaji mana saja aksi pengentasan isu putusnya generasi petani atau ‘de-generation of farmers’ (Riswanda dkk 2018) telah bergulir? Seserius apa upaya regenerasi petani dilakukan di aras kewilayahan? Penyesuaian kebutuhan masyarakat dengan program bergulir telah cukup panjang diwacanakan selama ini.
Pertanyaannya, apakah kemudian upaya ini telah menyertakan pendalaman kajian kebutuhan sebenarnya / basis data? Sehingga kemudian penyusunan formula jalan keluar masalah dapat lebih akurat dan terpola.
Kebahagiaan pangan mungkin tepat menggambarkan kondisi (yang seharusnya) selaras antara Kebijakan Pangan Indonesia dengan kegigihan penguatan keamanan pangan nasional.
Meskipun, penting dicatat bahwa pemerintah telah mengeluarkan Perpres 66/ 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Sebaik-baiknya, teratasi ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harganya, termasuk kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, keamanan pangan serta penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN di bidang pangan.
Pemerintah mulai menutup keran impor beras secara masif pada tahun 2019. Izin impor dikeluarkan hanya dengan pengecualian, layaknya bagi keperluan hotel, restoran, kafe, serta WNA yang tinggal di Indonesia.
Barangkali publik bertanya-tanya mengenai angka impor beras lansiran Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat Juli tahun lalu, 41,6 ribu ton dengan taksir sampai 18,5 juta dollar Amerika atau setara dengan Rp 266,4 miliar rupiah (kurs Rp 14.400/US$).
Kementerian Pertanian menegaskan, selaras sorotan kebijakan pemerintah ‘satu data dan satu peta’, bahwa data pemerintah berkoodinasi dengan BPS.
Barangkali taksir kebahagiaan pangan tidak cukup dengan kuasa pendataan pangan. Sorotan kebijakan hendaklah juga menyisir jalan keluar integratif.
Berpijak pada penyadaran ragam aspek yang saling mengait dan memberi dampak satu sama lain, boleh jadi apa yang tertinggal dari Dinask Ketahanan Pangan (DKP) selama ini.
Berjalannya program eksisting perlu ditunjang dengan instrumen evaluasi dan pemetaan aspek-aspek apa saja yang perlu diperbaiki berdasar baseline data, berbasis kajian berkala (dan bukan asumsi).

Artikel Terkait
Tiga Rekomendasi Penting untuk Capai Ketahanan Air Nasional di 2021
Blok Rokan Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, PLN Jaga Pasokan dan Keandalan Listrik Demi Ketahanan Energi NKRI
PLN, PTBA, dan KAI Amankan Pasokan Batu Bara untuk Ketahanan Ketenagalistrikan Nasional
Banten Peringkat 3 Penghasil Padi Terbanyak, Wagub: Membantu Ketahanan Pangan Nasional
Dukung Ketahanan Pangan dan Electrifying Agriculture, PLN Teluk Naga dengan Distapang Gagas Program FAPERTA
Presiden Jokowi Sebut Krisis Covid-19 Tunjukkan Rapuhnya Ketahanan Kesehatan Global
Distan akan Kawal Program Ketahanan Pangan Desa
Bertekad Jadi Pelopor Ketahanan Pangan, FSPP Banten Kembangkan Budi Daya Puyuh
Dorong Ketahanan Pangan Desa, Distan Kabupaten Serang Sarankan Tanam Cabai Terong dan Pepaya
Lahan Tidur Milik Sinar Mas Digarap untuk Ternak Lele dan Program Ketahanan Pangan di Kabupaten Serang
Irisan Sadarkum dan Sadarkes, Kalut JKN