Payung Pelindung Ruang Aman bagi Perempuan

- Jumat, 6 Mei 2022 | 08:10 WIB
Riswanda PhD. (Dokumentasi pribadi.)
Riswanda PhD. (Dokumentasi pribadi.)

Anasir kedua juga layak apresiasi, yaitu terjanjikan UU menjamin pemenuhan hak korban mendapatkan restitusi melalui skema Dana Bantuan Korban. Termasuk didalamnya mengatur penyitaan aset pelaku.

Komisioner Komnas Perempuan (2016) pernah menyatakan hubungan antara kurangnya pengaduan kekerasan seksual oleh responden, bisa jadi berhubungan dengan rendahnya kepercayaan terhadap penegak hukum sendiri.

Apa arti penting flashback catatan ini? Bagaimana UU TPKS sah mampu mengatasi kebolehjadian masih banyaknya korban kekerasan seksual yang tidak berani menceritakan pengalaman kekerasannya, apalagi mendatangi lembaga pengada layanan untuk meminta pertolongan.
Cara menangani kah permasalahannya? Kajian perbandingan fakta (facts) dan nilai (values) nya seperti apa? Jangan sampai bercampur baur antara objektivitas kenyataan sebenarnya dengan subjetivitas nilai ideal yang diharapkan.

Jangan sampai perundangan instimewa ini perkasa di atas kertas, namun lunglai di tataran pelaksanaan.

Semoga petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan eksekusi perundangan ini di lapangan turut memandu bagaimana ruang aman bagi perempuan Indonesia.

Sanggup menanggulangi ragam jenis kasus kekerasan seksual, sampai kepada yang bersifat ‘extraordinary’ (UU TPKS, Sorotan Riswanda 2022). Termasuk pengembangan kapasitas eksekutor kebijakan, hendaknya terprogram dan lebih lagi berbasis kesesuaian spesialisasi. Pilihan ahli berbasis tetangga baik dan ipar jauh penguasa, katakanlah begitu, harus sudah mulai dihindarkan.

Reaksi opini berbasis asumsi tentu bukan gambaran ideal sebuah badan pemerintahan menyikapi kasus berkarakter sensitif-sosial, utamanya seperti TPKS. Penyertaan konsistensi regulasi terkait, untuk nantinya tidak bertumpang-tindih di tataran implementatif adalah kunci.

Peta sebaran masalah sudah merupakan basis cakap antisipasi-solusi. Tinggal, memadankan puzzles atau sebut saja sebaran aksi, seyogyanya menjadi frasa kunci keberhasilan inovasi capaian target ruang aman bagi perempuan. Sosialisasi kebijakan saja tidak cukup. Pilihan edukasi kebijakan merupakan pilihan bijak. ***

Penulis adalah associate professor analisis kebijakan publik Untirta

Halaman:

Editor: M Hilman Fikri

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kembali membicarakan IKN

Selasa, 27 September 2022 | 17:41 WIB

RUU PRT, Lalai Anasir Perlindungan Anak

Rabu, 14 September 2022 | 09:43 WIB

Makna Emotif Penataan Kebijakan Sosial

Sabtu, 20 Agustus 2022 | 15:49 WIB

Melampaui Perbahasan Stunting

Selasa, 2 Agustus 2022 | 09:53 WIB

Hal Ihwal Desain Kesejahteraan Publik

Rabu, 20 Juli 2022 | 06:17 WIB

Cut off Inovasi Muluk, Bidik Pangkal Masalah

Sabtu, 2 Juli 2022 | 16:44 WIB

Mendendangkan Kebijakan Vokasi, Sudah Jitu kah?

Jumat, 24 Juni 2022 | 03:31 WIB

Mempercakapkan Social Enterprise

Minggu, 22 Mei 2022 | 20:46 WIB

Stigma yang Terlupakan

Selasa, 17 Mei 2022 | 11:00 WIB

Payung Pelindung Ruang Aman bagi Perempuan

Jumat, 6 Mei 2022 | 08:10 WIB

Dialektika Kebijakan, dan Bukan Drama

Jumat, 6 Mei 2022 | 07:00 WIB

Titian Perkotaan dan Perdesaan

Jumat, 6 Mei 2022 | 01:06 WIB

ATM Beras sampai Subsidi, Ukuran Sejahtera?

Senin, 18 April 2022 | 15:24 WIB

Conundrum Cuti Bersama dan Teguran Berempati

Minggu, 17 April 2022 | 13:37 WIB

Fakta Menarik Politik, Seputar Lingkaran Mistis

Sabtu, 2 April 2022 | 05:53 WIB

Bangga Buatan Indonesia, Mau Dibawa Kemana?

Jumat, 1 April 2022 | 06:22 WIB

Kekusutan Minyak Goreng dan Filosofi Batman

Sabtu, 12 Maret 2022 | 06:02 WIB

Terpopuler

X