BANTENRAYA.COM – Warga dunia, khususnya di negara barat, yang terang-terangan pro-Palestina akan menunjukkan tindakan yang mengancam karirnya, meski bekerja di Google.
Google yang merupakan perusahaan teknologi terbesar di dunia baru-baru ini memecat seorang karyawan yang melakukan protes di acara Google Israel yang digelar di New York pada Senin, 4 Maret 2024 lalu.
Pada acara teknologi Israel yang disponsori Google tersebut, karyawan pro-Palestina berkaos jingga tersebut berdiri saat pidato utama Barak Regev, kepala Google Israel.
Baca Juga: Tukang Ojek Preman Episode 1 Tayang Kapan? Berikut Jadwal, Link Nonton, dan Spoilernya
“Saya menolak membangun teknologi yang memberdayakan genosida,” teriaknya setelah menyebutkan kalau dirinya karyawan perangkat lunak cloud di Google.
Dilansir bantenraya.com dari postingan Instagram @trtworld, karyawan tersebut sedang mengecam Proyek Nimbus yang bernilai $1,2 miliar, atau jika dirupiahkan sekitar Rp16 triliun.
Proyek tersebut merupakan kerja sama Google dan Amazon untuk memasok layanan cloud dan komputasi kepada Israel dan militernya.
Baca Juga: Setelah Kajian di Bubarkan, Ustadz Syafiq Basalamah Malah Dapat 4 Kajian di Surabaya
“Proyek Nimbus membahayakan anggota komunitas Palestina,” teriak karyawan tersebut.
“Tidak ada cloud untuk apartheid!” lanjutnya sambil ditarik oleh keamanan gedung keluar.
Video tersebut viral di media sosial, salah satu rekamannya diunggah di akun X @NoTechApartheid pada Selasa, 5 Maret 2024 dan mendapat lebih 3 juta view.
Baca Juga: Mathla’ul Anwar Tetapkan Awal Ramadhan 12 Maret, Irwandi Suherman Ajak Kader Patuhi Maklumat
Bahkan akun @NoTechAparheid juga mengunggah rekaman 8 detik lainnya di acara yang sama, namun menampilkan rekaman wanita anti-zionis yang dipaksa keluar setelah ikut protes setelah karyawan laki-laki tadi diusir.
Menanggapi pemecatan tersebut, kelompok No Tech for Apartheid mengeluarkan pernyataan yang mengecam perusahaan teknologi tersebut, dan menuduh Google mengekang kebebasan berpendapat seputar isu Palestina.
“Google telah melakukan tindakan pembalasan yang jelas terhadap pekerjanya sendiri karena berani berbicara tentang syarat dan ketentuan kerja mereka,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Bukan Pandeglang, Daerah Satu Ini Jadi Penghasil Durian Terbesar di Banten: Angkanya Beda Jauh
Namun kelompok tersebut mencatat bahwa mantan karyawan tersebut puas dengan pemutusan hubungan kerja tersebut.
“Saat memberhentikan karyawan pemberani ini, HR Google menanyakan perasaannya. Karyawan tersebut menjawab: ‘bangga dipecat karena menolak terlibat dalam genosida’,” demikian bunyi pernyataan kelompok tersebut.
Kemitraan Google dengan militer Israel mendapat sorotan baru di tengah perang Israel di Gaza, di mana pasukan Israel telah membunuh lebih dari 30.000 warga Palestina, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Baca Juga: Canggih! Cuma Scan Pake HP, Bayar Pajak di Kabupaten Serang Semudah Order Makanan
Pada bulan Desember, anggota staf Google dan No Tech for Apartheid mengadakan acara di London untuk insinyur perangkat lunak Mai Ubeid.
Mai Ubeid merupakan lulusan kamp pelatihan pengkodean yang didanai Google, Gaza Sky Geeks, dan pada tahun 2020 menjadi bagian dari akselerator Google untuk Startup program.
Malangnya, Ubeid terbunuh pada tanggal 31 Oktober 2023 lalu bersama seluruh keluarganya dalam serangan udara selama perang Israel di Gaza.* * *

















