BANTENRAYA.COM – Perusahaan pemroduksi rokok terkemuka Indonesia PT HM Sampoerna pemilik emiten HMSP mengalami tekanan dari sisi pendapatan di tahun 2025.
Di semester pertama 2025, laba HMSP mengalami penurunan cukup signifikan dari Rp3,32 triliun di periode yang sama di tahun 2024, menjadi Rp2,13 triliun.
Pendapatan HMSP di kuartal kedua 2025 mencapai Rp55,2 triliun yang juga turun dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya atau 2024 yang mencapai Rp57,8 triliun.
Kuliah Gratis S1 di Oxford dan Cambridge, Begini Cara Daftar Beasiswa Jardine 2026
HMSP tercatat memiliki utang sekitar Rp20,8 triliun. Secara umum, HMSP memiliki ekuitas yang cukup besar dibandingkan utang. Aset HMSP sendiri saat ini mencapai Rp44.795 triliun dengan brand yang masih cukup kuat di pasar.
Meski demikian, penurunan laba serta pendapatan HMSP membawa kekhawatiran kepada para investor. Rokok elektrik serta rokok tembakau tanpa cukai yang banyak beredar di masyarakat menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh HMSP.
Meski saham HMSP sempat menguat 10 poin pada pembukaan perdagangan bursa Senin, 15 September 2025 menjadi Rp550 per lembar saham, akan tetapi dalam lima hari terakhir, saham HMSP sebenarnya anjlok sebanyak 15,50 persen sebanyak 100 poin.

Didesak DPRD, Andra Soni Pastikan Tukin ASN Pemprov Banten Dipotong Otomatis
HMSP sendiri disoroti oleh banyak pihak karena saat ini bukan milik pengusaha Indonesia, dalam hal ini keluarga Sampoerna.
Sampoerna Kini Bukan Milik Indonesia
Nina Samidi, Wasekjen Komnas Pengendalian Tembakau mengungkapkan jika saat ini saham Sampoerna 92 persennya merupakan milik Philip Morris International, perusahaan asal Amerika Serikat.
“Jadinya Sampoerna itu sebenarnya sebutannya Philip Morris Indonesia,” kata Nina Samidi dikutip dari podcast Bajak Ruang Bijak, Senin 15 September 2025.
Nina mengatakan, tak hanya HMSP yang dikuasai asing, tetapi juga Bentoel yang kini 99,6 persen sahamnya sudah milik British American Tobacco.
Selain itu, juga beredar kabar bahwa Gudang Garam juga sedang didekati oleh Japan Tobacco Internasional. “Tapi mereka menyangkal, bilang tidak, kok. Kita nggak dibeli, katanya. Ya, siapa yang tahu?” kata Nina.
Nina mengatakan, implikasi negatif dari penguasaan saham perusahaan rokok di Indonesia adalah pendapatan dari penjualan rokok yang hampir 100 persen dikonsumsi masyarakat Indonesia lari ke luar negeri.
“Setiap tahun, seperti 2024 kemarin, mereka bawa Rp6,2 triliun keuntungan ke Philip Morris International di Amerika. Jadi uangnya bukan buat Indonesia, tapi buat Amerika. Kita malah mendukung rakyat Amerika. Miris, ya,” kata Nina. ***



















