• Sabtu, 23 September 2023

Wow Bukan Main! Ini Nilai Kerugian Kasus Hibah Ponpes di Banten

- Senin, 9 Agustus 2021 | 07:01 WIB
kerugian negara (1)
kerugian negara (1)

SERANG, BANTEN RAYA- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten telah mendapatkan perhitungan kerugian keuangan negara pada kasus korupsi dana hibah pondok pesantren (ponpes) tahun 2018 dan 2020. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan kerugian sebesar Rp80 miliar.


Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Banten Adhyaksa Darma Yulianto membenarkan, jika hasil audit kerugian keuangan negara, dalam kasus hibah ponpes di Provinsi Banten, mencapai puluhan miliar rupiah. "Iya sudah, kerugian negaranya sekitar Rp80 miliar (dari dua anggaran hibah ponpes tahun 2018 dan 2020)," katanya kepada bantenraya.com, kemarin.


Adhyaksa memastikan akan ada banyak pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.  Saat ini Kejati telah menetapkan lima tersangka, yaitu mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Provinsi Banten Irvan Santoso, ketua tim evaluasi penyaluran hibah ponpes Toton Suriawinata, AS dari pengurus salah satu ponpes penerima bantuan hibah, AG honorer di Biro Kesra Banten, dan ES dari pihak swasta.


"Kita liat saja nanti, pas dakwaan dan fakta persidangan," ujarnya.


BACA JUGA: Tersangka IS Siap Jadi Justice Collaborator Kasus Dugaan Korupsi Hibah Ponpes


Adhyaksa mengungkapkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten akan membuktikan siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam perkara tersebut, dan aliran dananya. "Yang pasti kelimanya (bertanggung jawab). Nanti pas persidangan saja," ungkapnya.


Diketahui, untuk mengungkap kasus korupsi hibah ponpes tahun 2018 senilai Rp 66,280 miliar dan tahun 2020 sebesar Rp 117 miliar ini, tim penyidik Pidsus dan Intel Kejati Banten telah memeriksa ratusan saksi.


Saksikan Podcast Meja Redaksi di Banten Raya Channel


https://www.youtube.com/watch?v=h35GxiAosjo


Dari pemeriksaan terhadap beberapa ponpes penerima bantuan, ada dua modus yang dilakukan dalam tindak pidana korupsi ini. Pertama yaitu, pesantren fiktif seolah penerima bantuan padahal penadah. Kedua, penyaluran (bantuan) lewat rekening tapi begitu sudah sampai cair masuk ke rekening pondok tapi diminta kembali untuk dipotong. (darjat/rahmat)

Editor: Dewa

Tags

Terkini

X