BANTENRAYA.COM – Perubahan pola pengasuhan di era teknologi kian menjadi tantangan baru bagi keluarga.
Hal itu sebagaimana disampaikam oleh Ketua. Tim Penggerak PKK Provinsi Banten, Tinawati Soni yang menilai jika orang tua perlu memiliki kemampuan yang lebih kuat untuk mendampingi anak menghadapi dunia digital yang berkembang cepat dan tanpa batas.
Tinawati mengatakan bahwa, teknologi kerap menjadi pengganti kehadiran orang tua dalam keseharian anak.
BACA JUGA: DPRD Banten Dorong Perda Kelautan, Target Sejahterakan Nelayan dan Jaga Ekosistem Laut
Ia menyebut kondisi itu berisiko mengurangi kedekatan emosional dan interaksi langsung di dalam keluarga.
“Teknologi sering menjadi pengganti peran orang tua sehingga kerap menjadi silent babysitter dan ini menyebabkan berkurangnya interaksi tatap muka yang berkualitas terhadap anak,” kata Tinawati usai mengikuti agenda Pola Asuh Anak dan Remaja di Era Digital (Paaredi) di Gedung Negara Provinsi Banten, Kota Serang, Selasa, (2/12/2025).
Menurutnya, anak generasi saat ini tumbuh sebagai digital native yang sangat akrab dengan gawai. Di sisi lain, pola asuh konvensional tak lagi cukup untuk melindungi mereka dari dampak negatif dunia maya.
Oleh karena itu, kata Tinawati, keluarga harus memainkan peran utama dalam membentuk karakter anak sekaligus menjadi benteng pertahanan mereka.
“Pola asuh konvensional tidak lagi memadai. Keluarga adalah benteng utama dalam membentuk karakter anak dan melindungi mereka dari dampak negatif digital,” ujarnya.
Ia juga turut menekankan pentingnya literasi digital bagi para orang tua sebagai dasar dalam mendampingi anak.
Pendampingan aktif, komunikasi terbuka, serta penguatan nilai agama, moral, dan budaya lokal dinilai menjadi fondasi penting agar anak memiliki filter kuat saat berselancar di dunia digital.
“Yang dibutuhkan anak adalah pendampingan aktif, bukan larangan total, bangun keterbukaan dan kepercayaan agar anak merasa nyaman berbagi pengalaman digital mereka. Digitalisasi harus diimbangi dengan penguatan nilai agama, moral, dan budaya lokal Banten agar anak memiliki filter yang kuat,” tutur Tinawati.
Lebih lanjut Tinawati berharap pengetahuan yang diperoleh para orang tua dapat diterapkan dalam keluarga dan ditularkan ke lingkungan sekitar agar lebih banyak orang tua yang sigap menghadapi tantangan pengasuhan digital.
“Mari kita terus bersinergi dan menjadi agen perubahan dalam menciptakan generasi emas Banten yang cerdas, berkarakter, dan beretika digital,” tandasnya.
Di sisi lain, seorang psikolog sekaligus Tenaga Ahli Divisi Pencegahan PUSPAGA Banten, Ratu Eliyan Handiyanti yang turut menjadi pengisi materi, menekankan akan pentingnya kehadiran emosional dalam keluarga.
Ia menilai, setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang bila berada dalam lingkungan yang sehat.
“Setiap anak lahir dengan potensi yang sama untuk menjadi pribadi yang utuh. Tugas orang tua adalah memastikan lingkungan keluarga aman, hangat, dan mendukung tumbuh kembang mereka,” ucapnya.
Ratu juga mengingatkan bahwa, komunikasi yang positif bukan hanya sekadar menyampaikan pesan, tetapi hadir sebagai pendengar yang baik dan dapat memahami emosi sang anak.
“Komunikasi positif bukan sekadar teknik berbicara, tetapi sikap hati yang menghargai setiap emosi anak. Saya mengingatkan berbagai kesalahan umum orang tua yaitu kesalahan dalam komunikasi yang sering terjadi karena kita terburu-buru merespons, bukan memahami,” kata Ratu. ***
















