BANTENRAYA.COM – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak mengaku kewalahan dengan maraknya aktivitas galian C di Kabupaten Lebak. Selain banyak galian yang diduga ilegal, Pemkab Lebak juga menyoroti aktivitas galian yang tidak memperhatikan lingkungan serta truk operasional yang semerawut.
Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah mengatakan, pemkab memiliki wewenang terbatas terkait isu galian C, meski berada di dalam wilayahnya. Menurutnya, galian C hanya memberikan dampak negatif kepada masyarakat Lebak, menyusul lemahnya pengawasan dan ketegasan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
“Kita sudah kirim 5 kali rekomendasi ke Pemprov untuk mengevaluasi galian-galian yang diduga ilegal di Lebak. Kalau ngomong bosen mah bosen. Tapi ya hanya itu saja yang bisa dilakukan,” kata Amir Hamzah kepada Banten Raya belum lama ini.
Amir juga sepakat bahwa kerusakan lingkungan akibat galian C di Lebak sudah sangat parah. Selain bukit yang akhirnya dilubangi, dia memberi contoh dari kondisi Sungai Ciberang yang kini sangat keruh dan dangkal akibat sedimentasi yang berasal dari galian C di Kecamatan Cimarga. Hal itu berpotensi mengganggu kesehatan serta kesejahteraan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai.
Kondisi itu terjadi akibat Pemprov Banten tak serius mengawasi kewajiban pengusaha tambang untuk melakukan penanganan pasca tambang di Kabupaten Lebak.
BACA JUGA : Dua Rekomendasi Komisi IV untuk Atasi Aktivitas Tambang Meresahkan di Lebak
“Sebetulnya dulu itu ada deposit reklamasi. Jaminan pengusaha untuk melakukan reklamasi. Tapi sekarang kewenangan ada di Dinas ESDM Banten,” terangnya.
Problem galian C di Lebak juga bahkan menjalar ke jalan raya. Hampir setiap hari, truk tonase operasional galian C memadati jalan-jalan di Kabupaten Lebak, tanpa mengenal waktu. Beberapa kasus kecelakaan bahkan sempat tercatat. Amir menyebut, truk tonase yang mengangkut pasir dan tanah kerap parkir sembarangan.
Untuk itu, Pemkab Lebak saat ini tengah menyusun Peraturan Bupati (Perbup) tentang jam operasional truk galian C. Namun dia kembali menegaskan bahwa Perbup tidak akan bisa sepenuhnya menyelesaikan persoalan galian C di Kabupaten Lebak.
“Kalau soal penindakan itu kan sudah ranah negara, lewat kepolisian mungkin. Coba kalau Satpol-PP Lebak nangkap, ya bisa dibawa ke PTUN. Harusnya Satpol-PP provinsi. Semua izin dan lain-lain di sana,” tegasnya.
Keluhan serupa sempat dilontarkan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Lebak, Juwita Wulandari. Dia mengaku tak pernah diajak duduk bersama soal keberadaan galian tambang yang berada di Kabupaten Lebak, termasuk untuk galian yang ilegal.
BACA JUGA : Belum Optimal, DPRD Desak Pemkab Lebak Bentuk Tim untuk Kelola CSR
Lebak Rasakan Dampak Negatif Galian
Juwita menyayangkan hal tersebut. Seharusnya, meski segala perizinan berada di Pemprov Banten, namun dampak dari galian tersebut tentu dirasakan oleh masyarakat Lebak. Seharusnya, Pemkab maupun DPRD Lebak diajak berdiskusi sambil mencari solusi terkait persoalan yang muncul ketika adanya aktivitas tambang.
“Kita tidak pernah diajak duduk bareng oleh provinsi soal galian tambang ini. Maka kita meminta agar kita diajak diskusi. Dampak galian itu kan di kita walaupun izin segala macam di provinsi,” kata Juwita awal September lalu.
Pada akhirnya belum lama ini, ia menyebut pihaknya mendorong adanya Peraturan Daerah (Perda) Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di tingkat provinsi melalui Komisi IV DPRD Banten. Dorongan itu merupakan langkah DPRD Lebak menjawab persoalan negatif yang muncul setelah adanya aktivitas tambang.
Selain itu, pihaknya juga mendorong keberadaan Satuan Tugas (Satgas) pertambangan untuk mengontrol aktivitas tambang yang ada di seluruh Kabupaten Lebak.
“Kewenangan kita sangat minim. Tapi DPRD Lebak jadi pihak pertama yang meneriakkan isu tambang ini. Selain itu, kita juga akan mendorong agar setiap aktivitas tambang menyiapkan parkir sendiri agar kendaraan operasional tidak perkir di bahu jalan,” tandasnya. (***)

















