BANTENRAYA.COM – Ikatan Mahasiswa Cilegon atau IMC memberikan sorotan soal rencana pinjaman daerah yang dilakukan Pemerintah Kota atau Pemkot Cilegon.
Menurut mahasiswa, rencana tersebut akan berdampak langsung pada kondisi fiskal, prioritas pembangunan untuk masyarakat, serta beban keuangan jangka Panjang.
Diketahui, Pemkot Cilegon memasukan pinjaman uang dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA PPAS 2026 tanpa melalui pembahasan dan masuk dalam dokumen RKPD 2026.
Hal itu menurut Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri adalah persoalan dan memiliki konsekuensi hukum pidana, baik kepala daerah dan dewan yang menyetujui bisa terjerat.
Untuk skema pinjaman yang ajukan memiliki 3 alternatif, pertama yakni Rp175,5 miliar dengan pengembalian pokok ditambah bunga sebesar Rp201,6 miliar selama 5 tahun, alternatif kedua pinjaman Rp200 miliar dengan pengembalian pokok dan bunga sebesar Rp229,7 miliar selama 5 tahun dan alternatif 3 yakni pinjaman Rp300 miliar dibayarkan pokok dan bunga sebesar Rp334,6 miliar selama 5 tahun.
BACA JUGA: 4 Perusahaan Besar di Indonesia Segera IPO, Ada Milik Haji Isam
Ketua IMC Ahmad Maki menjelaskan, rencana Pemkot Cilegon untuk melakukan peminjaman di tengah kebijakan efisiensi anggaran merupakan langkah yang kontradiktif dan patut dipertanyakan.
“Rencana Pemkot untuk melakukan peminjaman perlu dikaji secara serius dan terbuka. Peminjaman daerah bukanlah hal sederhana,” katanya, Minggu, 21 September 2025.
Maki menjelaskan, Pemkot wajib menjelaskan secara terbuka kepada publik untuk apa penggunaannya, serta bagaimana skema pengembaliannya.
“Tanpa transparansi, rencana ini rawan menimbulkan kecurigaan adanya penyalahgunaan anggaran,”ujarnya.
Di sisi lain, papat Maki, peminjaman harus diarahkan pada proyek yang jelas bermanfaat langsung untuk masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan penanggulangan masalah sosial.
BACA JUGA: Program Pelatihan Mandor PT Swadaya Mukti Prakarsa, Ada Uang Saku dan Terbuka untuk Lulusan SMA
“Jangan sampai pinjaman hanya dipakai untuk proyek yang tidak menyentuh kebutuhan rakyat,” ucapnya.
Maki menegaskan, pinjaman akan menjadi beban jangka panjang bagi APBD, terlebih, jika tidak dikelola dengan tepat, masyarakat yang akan menanggung dampaknya.
“Baik melalui pemangkasan anggaran lain maupun berkurangnya layanan publik. Keputusan besar terkait pinjaman daerah harus melibatkan masyarakat, DPRD, akademisi, dan kelompok sipil agar ada check and balance. Rakyat berhak mengetahui sekaligus mengawasi jalannya kebijakan ini,” tegasnya. ***















