BANTEN RAYA.COM – Polemik perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Banten Utara terus memicu penolakan dari masyarakat Banten. Sejumlah masyarakat dari kalangan nelayan dan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Banten Melawan mendesak DPRD Banten untuk segera meninjau ulang kebijakan tersebut. Mereka menilai alih fungsi lahan dari zona hijau menjadi kawasan industri dan properti mengancam ruang hidup masyarakat sekaligus membuka jalan bagi kepentingan oligarki.
Dalam audiensi yang digelar di Ruang Rapat Ketua DPRD Banten, pada Rabu (10/9/2025), perwakilan nelayan Banten Kholid, mengaku kecewa lantaran aspirasi yang mereka sampaikan belum membuahkan sikap jelas dari para wakil rakyat. Ia menilai, dewan masih sebatas menerima masukan tanpa memberikan kepastian arah tindak lanjut.
“Kalau ngomong puas tetap tidak puas, masih proses panjang. Ketua dewan Banten saja tidak berani memutuskan secara pribadi. Padahal yang kita bicarakan soal tata ruang ini persoalan besar, menyangkut manusia, lingkungan, dan makhluk hidup lainnya,” ujar Kholid.
Ia menegaskan, perubahan tata ruang yang merelokasi zona hijau ke kawasan industri merupakan keputusan fatal untuk Banten
. Sebab, kebijakan itu tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga mengubah cara hidup masyarakat yang selama ini bertumpu pada pertanian dan perikanan.
“Peta tata ruang saat ini jelas tidak sesuai harapan. Kita ini menggaji mereka dari hasil nyangkul, dari sawah, dari budidaya bandeng, dari mancing. Kalau tata ruang berubah, maka berubah semua, yang tadinya petani bisa jadi buruh pabrik. Itu bukan cuma ekonomi, tapi juga cara hidup dan pikirannya ikut berubah,” kata Kholid.
Menurutnya, masyarakat tidak pernah benar-benar dilibatkan dalam proses perumusan perubahan RTRW. Ia menduga kebijakan ini lebih didorong oleh kepentingan kelompok tertentu yang memiliki modal besar.
Rugikan Negara Rp 2 Miliar, Mantan Dirut hingga Dewas PDAM Lebak Ditahan
“Kami awalnya ingin diterima semua pimpinan dewan, supaya jelas otaknya bagaimana. Karena kami menduga perubahan tata ruang ini pesanan oligarki. Jangan sampai rakyat cuma jadi korban peta di atas meja,” ucapnya.
Sementara itu, desakan agar RTRW direvisi juga datang dari perwakilan Koalisi Rakyat Banten Melawan. Iqbal, yang menyebut adanya indikasi kuat bahwa perubahan perda tata ruang sudah diatur sedemikian rupa untuk mengakomodasi kepentingan korporasi.
Ia mencontohkan, penerbitan izin lokasi yang diberikan kepada PT Pandu Permata Indah pada 15 Desember 2022. Padahal, kata dia, perda RTRW Provinsi Banten baru resmi diubah pada Maret 2023. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya “karpet merah” yang disiapkan untuk pengusaha besar.
“PT Pandu Permata Indah mendapat izin lokasi sejak 15 Desember 2022, padahal perda tata ruang baru diubah Maret 2023. Kok bisa izin duluan? Ini jelas karpet merah untuk oligarki,” tegas Iqbal.
Iqbal menambahkan, selain PT Pandu Permata Indah, ada pula PT Bahana Kurnia Indah yang telah menguasai lahan hampir 3.000 hektare di wilayah Banten Utara. Menurutnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan yang dimiliki oleh Agung Sedayu Group yang bergerak di bidang industri properti. Jika dibiarkan, kata Iqbal, kebijakan ini akan mengorbankan lahan pertanian serta perikanan yang menjadi sumber nafkah masyarakat lokal.
“Tentu harapan kita adalah agar lahan yang dulu persawahan dan perikanan harus dikembalikan fungsinya. Jangan dikorbankan untuk industri properti. Tata ruang ini harus direvisi, bukan untuk kepentingan segelintir orang, tapi untuk masa depan masyarakat Banten,” tandas Iqbal.
Sementara itu, dalam sela-sela agenda audiensi, Ketua DPRD Banten Fahmi Hakim memberikan tanggapannya. Menurutnya, revisi perda itu sejatinya dilakukan Pemprov Banten menindaklanjuti perubahan dari Pemerintah Kabupaten. Meskipun begitu, pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi dari kelompok masyarakat ini.
“Tentu ini harus kita bahas bersama secara menyeluruh terkait dnegan wilayah kiita, bukan hanya PIK 2 tapi secara keseluruhan,” kata Fahmi.
Fahmi juga mengaku akan berkoordinasi dengan Pemprov Banten dan Pemerintah Kabupaten dan Kota perihal revisi perda tata ruang yang jadi aspirasi para nelayan.
“InsyaAllah DPRD Ingin melakukan proses yang terbaik dengan memangil pihak terkait, dan tentunya sebagai wakil rakyat kami akan memprioritaskan kesejahteraan dari rakyat Banten sendiri,” pungkasnya. (***)
















