BANTENRAYA.COM – Harga kopi Robusta Gunung Karang, Pandeglang melejit, bahkan menyentuh Rp 50 ribu untuk pasar lokal dan Rp 76 ribu untuk pasar luar negeri dalam bentuk greenbean.
Petani sekaligus eksportir kopi Robusta Gunung Karang asal Kampung Sanim, Pandeglang, Maman menerangkan bahwa kenaikan tersebut dipicu akibat tingginya permintaan.
Hal tersebut tentu memberi berkah tersendiri untuk dirinya dan petani kopi lainnya.
“Kalau kita update tahun ini, harga pasar kopi robusta diangka Rp 76 ribu tergantung dari greenbean (GB), tapi kalau dipasaran lokal ditingkat pengepul itu tertinggi diangka Rp 50 ribu,” kata Maman, Minggu, 30 Juni 2024.
Baca Juga: Razia di Rutan Kelas IIB Serang, Petugas Temukan Sendok Stainless Hingga Tahanan Digunduli
Selain tingginya permintaan, Maman menyebut bahwa melemahnya rupiah terhadap dolar AS menjadi dalang utama naiknya harga kopi di pasaran.
Dijelaskannya, dengan nilai tukar yang makin tinggi terhadap dollar AS, pendapatan dalam rupiah pun meningkat meskipun volume ekspor tetap karena memang penjualan kopi di pasar internasional menggunakan dollar AS.
“Memang sejak rupiah melemah itu harga kopi mulai kerasa naiknya. Masih belum tau mau sampai kapan naik,” paparnya lagi.
Meski begitu, Maman menegaskan bahwa harga kopi sendiri sangat tergantung dengan kualitas dari kopi tersebut.
Baca Juga: Persahabatan Hingga Akhir Hayat, Bocah SD di Cikeusal Tewas Tenggelam Selamatkan Bestie
Menurutnya meski harga di pasar global tinggi, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan rata-rata harga di pasar lokal.
Untuk kopi ekspor sudah dipastikan kualitas yang ditawarkan akan sangat baik, namun kebanyakan di pasar lokal kualitas yang ditawarkan terkadang tidak cukup baik.
“Jadi sebenarnya mereka sah-sah saja ya mau menerima kopi dengan kualitas apapun. Tetapi itu untuk Banten ini hebatnya bisa mengikuti antara harga dan kualitas,” tegasnya.
Naiknya harga kopi sendiri tentunya memiliki tantangan tersendiri bagi para petani lokal.
Baca Juga: Pj Gubernur Ajak Generasi Muda Teladani Sosok Lafran
Seperti yang disebutkan sebelumnya, tingginya harga penjualan tentu harus diikuti dengan kualitas yang diberikan.
Sehingga secara otomatis akan meningkatkan ongkos produksi.
“Ya dampaknya luas lumayan, sebenernya kalau dilihat dari dampak perekonomian ke petani ya pasti. Tapi pengolahan yang baik pasti harus ada ongkos yang naik juga,” ujarnya.
Sejauh ini, dalam setahun dirinya bersama sejumlah petani kopi lain di Gunung Karang bisa menghasilkan 2 ton kopi Robusta dalam bentuk greenbean.
Baca Juga: Gerindra Beri Tugas untuk Iing Maju di Pilkada Pandeglang
Total tersebut kemudian 70% dijual untuk pasar lokal, dan sisanya 30% diekspor ke pasar internasional.
“Penjualan kita udah sampai ke beberapa negara Eropa, kemudian Amerika, dan Malaysia,” terangnya.
Ia melanjutkan, pengembangan kopi di Pandeglang saat ini belum bisa dikatakan maksimal dan terfokus, seperti halnya di daerah lain seperti Jawa Barat, Aceh dan Gayo yang sangat intens dalam industri perkopian.
“Tetapi kalau di kita yaitu adanya masyarakat yang punya pohon kopi, belum ada yang fokus petani kopi. Jadi catatan tuh buat pemerintah kalau mau bikin projectnya tuh, saya yakin masyarakat Pandeglang tuh punya kopi tapi belum fokus karena belum dirasakan oleh petaninya,” tandasnya.***


















