BANTENRAYA.COM – Selain Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Banten juga terseret dalam kasus korupsi hibah untuk pondok pesantren (hibah ponpes) tahun 2018 senilai Rp 66,280 miliar.
Fakta kasus hibah ponpes itu terungkap dalam putusan kasasi mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso, nomor 5656/K/Pid.Sus/2022. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah diputus pada Kamis 13 Oktober 2022.
Putusan kasasi kasus hibah ponpes yang diputus oleh Ketua Majelis Hakim Kasasi Suhadi, dengan hakim anggota Suharto dan Ansori.
Baca Juga: Fraksi PKS DPRD Banten Kecam Pembakaran Alquran, Sebut Sebagai Virus Jahat yang Keterlaluan
Dalam amar putusan disebutkan tim TAPD Pemprov Banten tidak melakukan penolakan atas nota Dinas yang dibuat terdakwa II atau Toton Suriawinata sebagai Ketua Tim Evaluasi dalam kegiatan hibah ke FSPP tahun 2018 dan 2020
“Tidak ditemukan fakta adanya penolakan, perbaikan atau penyempurnaan Nota Dinas dari Terdakwa II yang menjadi dasar TAPD untuk menetapkan anggarannya,” tuturnya.
“Sehingga Biro Kesra tidak mengetahui bagaimana proses pembahasan usulan anggaran yang telah
disampaikan kepada Tim TAPD,” dikutip dari amar putusan kasasi Mahkamah Agung.
Disebutkan juga, dalam proses pencairan Biro Kesra selaku pelaksana kegiatan bantuan hibah uang telah mengajukan permohonan pencairan kepada BPKAD selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).
“Terjadi kesalahan dalam dokumen pencairan, namun pihak BPKAD sama sekali tidak penah melakukan penolakan, perbaikan atau penyempurnaan atas
dokumen pencairan yang diusul kan oleh Biro Kesra, sehingga terjadi pengeluaran atas beban yang tidak seharusnya,” jelasnya.
Dijelaskan, akibat hal itu terjadi kerugian keuangan negara, dalam kegiatan penyaluran hibah uang kepada Ponpes di Provinsi Banten.
Baca Juga: Nobar Film Balada Si Roy di MOS, Walikota Serang: Kota Jawara Bukan Cerminkan Kesombongan!
“Mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam kegiatan tersebut dan menguntungkan Terdakwa ll (Toton), Terdakwa IV (Asep) dan Terdakwa V (Agus Gunawan),” jelasnya.
Sebelumnya, putusan kasasi yang diputus oleh Ketua Majelis Hakim Kasasi Suhadi, menyatakan FSPP Banten harus bertanggungjawab atas kerugian negara sebesar Rp 14,1 millar, dalam perkara hibah Ponpes di Provinsi Banten tersebut.
“Total perhitungan kerugian keuangan negara dalam pemberian hibah tahun anggara 2018 adalah sejumlah Rp14,1 miliar menjadi beban dan tanggungjawab FSPP,” katanya.
Baca Juga: Profil dan Biodata Shayne Pattynama, Bek Kiri Naturalisasi Timnas Indonesia
Disebutkan secara rinci dari kerugian negara Rp14,1 miliar tersebut, yaitu bantuan hibah uang tahun anggaran 2018 yang tidak seharusnya diterima oleh FSPP sejumlah Rp2,8 miliar.
Ditambah dengan Pemberian Hibah Uang kepada 563 Ponpes yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh FSPP yaitu sejumlah Rp11,2 miliar.
Sementara terkait dengan hibah ponpes tahun 2020 sebesar Rp117 miliar, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 5,2 miliar.
Baca Juga: 2023 Baru 3 Pekan, Jumlah Pasangan Tak Harmonis di Kota Cilegon Sudah Bertambah Hampir 100
Kerugian negara itu menjadi tanggungjawab dari terdakwa Tb Asep Subhi sebagai pimpinan dan 172 ponpes.
“172 pondok pesantren telah menerima hibah tahun 2020 yang tidak memenuhi syarat, tidak tercatat dalam Database EMIS Kanwil Kemenag Banten dan tidak memiliki ijin operasional Kementerian Agama sejumlah Rp5,2 miliar,” ungkap putusan kasasi.
Selain itu, dalam amar putusan tersebut, MA berpendapat bahwa alasan kasasi penuntut umum, dan terdakwa Irvan Santoso tidak dapat dibenarkan karena hakim tidak salah menerapkan hukum.
Baca Juga: Lama Daftar Tunggu Haji di Kota Cilegon, 5 Kali Ganti Walikota Baru Berangkat
“Berdasarkan saksi, ahli, para terdakwa di persidangan diperoleh fakta bahwa Irvan Santoso selaku Kepala Biro Kesra dan terdakwa II Toton Suriawinata sebagai Ketua Tim Evaluasi dalam kegiatan hibah ke FSPP tahun 2018 dan 2020 ke ponpes tidak melaksanakan tugas sebagaimana kewenangan,” jelasnya.
Irvan dan Toton juga tidak melakukan evaluasi terhadap proposal permohonan hibah dari pondok pesantren, dan tidak melakukan survei ke lapangan tetapi menerima data dari FSPP.
“Terdapat penerima hibah yang tidak ada di Aplikasi Data EMIS. Termasuk pesantren yang tidak memiliki Ijin Operasional (IJOP) Kementerian Agama,” tegasnya. ***

















