BANTENRAYA.COM – Kasus perundungan dan kekerasan di sekolah marak terjadi akhir-akhir ini. DPRD Provinsi Banten mendorong agar peraturan daerah (Perda) mengenai sekolah ramah anak agar segera disah-kan.
Hal itu menyusul dengan maraknya kasus perundungan yang terjadi beberapa waktu ke belakang.
Baru-baru ini, kasus dugaan perundungan terjadi di SMPN 19 Tangerang Selatan viral di media sosial.
BACA JUGA: DPUTR Cilegon Bantah Proyek Drainase di Rokal Terbengkalai, Tertunda Akibat Banjir
Sebelumnya, kasus kekerasan pada siswa juga sempat terjadi di SMAN 1 Kota Serang.
Menanggapi maraknya kasus perundungan tersebut, Ketua Komisi V DPRD Banten, Ananda Trianh Salichan, menyebut keberadaan payung hukum yang lebih kuat sudah menjadi sesuatu hal yang mendesak untuk disah-kan.
Maraknya kasus kekerasan antarsiswa hingga pelecehan di sekolah akhir-akhir ini, kata dia, menjadi sinyal bahwa sistem pencegahan di satuan pendidikan belum berjalan efektif.
Ia menilai, banyak sekolah belum memiliki pedoman yang jelas untuk menangani kekerasan secara menyeluruh.
“Ini tentu jadi evaluasi untuk kita semua. Dalam satu tahun terakhir, masalah di sekolah cukup banyak. Bukan hanya soal perundungan, tapi juga kasus pencabulan dan kekerasan lainnya,” kata Ananda, Rabu, (12/11/2025).
Menurutnya, DPRD Provinsi Banten saat ini tengah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Banten untuk menilai sejauh mana sekolah telah menerapkan Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan.
Karena, kata dia, berdasarkan hasil pemantauan yang telah dilakukan, masih banyak sekolah yang menjalankan prosedur secara formalitas tanpa sistem tindak lanjut yang jelas.
“Langkah-langkah konseling di sekolah ini harus benar-benar dijalankan. Bukan hanya sekadar nasihat ‘sabar ya’, tapi ada tahapan psikologis yang terukur, termasuk pendampingan bagi korban maupun pelaku,” ujarnya.
Ananda menjelaskan, saat ini rancangan peraturan daerah (raperda) Sekolah Ramah Anak tengah disiapkan oleh Komisi V.
Diharapkan, kata dia, hal tersebut menjadi kerangka hukum daerah yang mempertegas tanggung jawab sekolah dalam pencegahan, pelaporan, hingga penanganan kasus kekerasan.
Ananda menuturkan, keberadaan Perda ini juga nantinya akan memperkuat koordinasi lintas lembaga agar setiap kasus kekerasan ataupun pelecehan bisa ditangani secara cepat dan terukur.
“Selama ini upaya sekolah cenderung berbeda-beda. Padahal secara nasional sudah ada aturan. Tapi dengan perda, arahnya bisa lebih jelas dan punya kekuatan hukum di tingkat provinsi,” ujarnya.
Ananda menambahkan, rancangan perda juga akan mencakup perlindungan bagi tenaga pendidik. DPRD mendorong agar setiap guru menjalani asesmen psikologis dan profesional secara berkala, untuk memastikan kondisi mental dan kapasitas mereka tetap terjaga.
“Selain untuk memastikan kemampuan guru, asesmen ini juga penting untuk mengetahui kondisi psikologisnya. Kita tidak ingin ada kasus seperti yang terjadi di SMA 4 Kota Serang terulang lagi,” katanya.
Lebih lanjut Ananda menuturkan, keberadaan perda akan berlaku bagi seluruh sekolah di Banten. Sementara, pengawasan akan difokuskan pada sekolah negeri yang berada di bawah kewenangan provinsi. Namun, Ananda mengakui, implementasi di sekolah swasta juga tetap perlu diperkuat melalui kerja sama dan pembinaan berkelanjutan.
“Untuk sekolah swasta memang agak sulit karena sifatnya otonom. Tapi tetap harus diawasi. Kita tidak boleh membiarkan perbedaan regulasi membuat perlindungan anak jadi timpang,” ujarnya.
Ia memastikan, pihaknya terus berkomitmen untuk menuntaskan pembahasan Raperda Sekolah Ramah Anak dan Raperda Perlindungan Guru pada tahun depan.
Menurutnya, dua regulasi tersebut akan menjadi fondasi penting untuk memperbaiki iklim pendidikan di Banten yang selama ini masih rawan kasus kekerasan.
“Kami ingin dunia pendidikan di Banten benar-benar aman dan sehat. Anak-anak harus merasa dilindungi, dan guru pun punya kepastian hukum dalam menjalankan tugasnya,” pungkas Ananda. ***

















