BANTENRAYA.COM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten sedang menata ulang struktur belanja pegawai usai lonjakan drastis akibat pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Diketahui, dengan telah dilantiknya 9.709 PPPK, alokasi belanja pegawai dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 kini menyentuh angka 33 persen, melampaui batas maksimal yang diperbolehkan regulasi.
Akibatnya, kondisi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), terutama soal potensi pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) untuk menutupi kebutuhan pembayaran gaji dan tunjangan PPPK.
Kendati demikian, Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Deden Apriandhi menegaskan bahwa, persoalan ini bukan karena daerah tidak punya dana, melainkan karena terbentur aturan keuangan negara.
“(Soal pemotongan tukin,-red) Mudah-mudahan nggak, tapi dalam struktur yang sekarang sedang disusun oleh TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), ada kemungkinan untuk itu (potong Tukin,-red),” kata Deden, Minggu, (3/8/2025).
Ia menjelaskan bahwa, ketentuan dari pemerintah pusat membatasi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total APBD.
Namun, setelah adanya pengangkatan ribuan P3K, angka belanja pegawai Pemprov Banten naik signifikan hingga melewati ambang tersebut.
“Ini sebetulnya bukan karena keterbatasan anggaran, secara anggaran kita ada. Tapi karena penyesuaian dengan peraturan keuangan bahwa belanja pegawai tidak boleh lebih dari 30 persen dan saat ini posisinya kurang lebih sudah 33 hampir 34 persen,” ungkapnya.
Deden menyampaikan bahwa, seluruh pos belanja pegawai kini sedang dievaluasi. Termasuk kemungkinan pemangkasan Tukin bagi ASN eksisting yang selama ini menjadi bagian dari sistem reward dalam birokrasi.
Baca Juga: Kelompok KKM 89 Untirta Kampanyekan Literasi Masyarakat, Susun Katalog Buku TBM dan Pentas Seni
“Ya mau tidak mau, harus ada evaluasi untuk belanja pegawai yang lainnya, termasuk mungkin di antaranya Tukin, tapi itu masih mungkin, belum pasti,” ujar dia.
Ia mengungkapkan bahwa, sebelum adanya pengalokasian anggaran untuk gaji P3K, belanja pegawai Pemprov Banten masih terkendali di kisaran angka 28 persen dari APBD. Namun, pasca penambahan ASN baru, beban fiskal tersebut meningkat secara signifikan.
“Sebelumnya ya kita msh di bawah itu, 28 persen. Oleh karena itu, kita sedang mencoba meminta relaksasi kepada pemerintah pusat. Jangan cuma 30 persen, karena memang ini beban semua daerah sebetulnya, bukan hanya Banten,” katanya.
Baca Juga: Tumbuh Pesat, Astra Financial Catat Pembiayaan Mobil Hybird Rp2,5 Triliun di GIIAS 2025
Untuk menyikapi lonjakan tersebut, Pemprov Banten kini tengah menyiapkan dua langkah strategis.
Pertama, dengan meminta relaksasi atau kelonggaran aturan terkait batas maksimal belanja pegawai. Kedua, mengusulkan agar pemerintah pusat mengambil alih sebagian beban pembayaran gaji P3K.
“Ada dua langkah yang dilakukan. Pertama, kita meminta relaksasi persentase gaji pegawai kepada pemerintah pusat. Yang kedua, berharap pemerintah pusat bisa memberikan gaji kepada P3K. Kalau salah satunya dikabulkan, maka akan mengurangi persentase belanja pegawai,” jelas Deden.
Baca Juga: BRI Pastikan Rekening Dormant Aman dan Dukung Langkah Regulator Cegah Kejahatan Finansial
Meski demikian, hingga saat ini, belum ada respons resmi dari pemerintah pusat atas usulan yang disampaikan Pemprov Banten. Situasi ini membuat daerah terpaksa menyiapkan berbagai opsi skenario penghematan.
Kekhawatiran bahwa tunjangan ASN akan terkena imbas pun tak terelakkan. Namun Deden menegaskan bahwa apapun kebijakan yang diambil nanti akan memperhatikan asas keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh pegawai.
“Kalau memang harus ada penyesuaian, kita pastikan akan dilakukan dengan sangat hati-hati, dan mempertimbangkan kondisi riil pegawai,” pungkasnya.
Baca Juga: Auto Khidmat! 3 Contoh Naskah Doa Upacara HUT RI 17 Agustus yang Penuh Makna dan Menyentuh Hati
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, mengatakan bahwa, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran DPRD saat ini sedang melakukan penghitungan ulang kebutuhan belanja pasca penambahan pegawai P3K.
“Pesan APBD, TAPD, dan Banggar akan menghitung berapa keperluan pasca penambahan P3K di dalam struktur APBD. Walaupun sebetulnya mereka kan sudah masuk di belanja barang dan jasa. Tapi karena memang ada penambahan tarifnya, sehingga kita harus menghitung dengan cermat,” kata Rina.
Menurutnya, perpindahan status anggaran untuk P3K ke dalam belanja pegawai memaksa pemerintah daerah menyusun ulang strategi keuangan.
Baca Juga: Tahun Ajaran Baru Kerek Inflasi di Banten di Juli 2025 hingga 0,21 Persen
Hal ini dilakukan untuk memastikan belanja pegawai tidak menembus ambang batas maksimal yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
“Berpindahnya dari barang dan jasa ke belanja pegawai berimplikasi terhadap mandatory belanja pegawai yang maksimal 30 persen. Ini kita hitung kembali agar kita bisa memenuhi mandatory tersebut, berarti kita harus membuat skema,” ujarnya.
“Rumusnya kan kalau nggak pendapatan yang ditambah, ya belanja pegawai yang dikurangi. Nah, berapa besarannya tergantung dari surat kita ke pemerintah pusat akan sharing berapa untuk P3K,” imbuhnya.
Baca Juga: Jadi Tempat Nongkrong Baru, Toen Han Ramaikan Wisata Malam di Kota Serang
Rina mengakui bahwa, peningkatan pendapatan bukanlah hal yang mudah dilakukan dalam kondisi fiskal saat ini. Oleh karena itu, pemerintah daerah berharap ada intervensi dari pemerintah pusat dalam bentuk dukungan anggaran.
Saat ini, Pemprov Banten masih mengacu pada Dana Alokasi Umum (DAU) spesifik grant yang diberikan pusat untuk membiayai gaji P3K. Namun jumlahnya dinilai belum sebanding dengan beban fiskal yang ditanggung daerah.
“Kita masih mengacu kepada DAU spesifik grant untuk P3K, yang Rp218 miliar. Dengan komposisi yang memang hanya cukup untuk berapa bulan gitu lah, sementara kita hitungan yang kemarin saya sampaikan itu kan hampir satu triliun,” terang Rina.
Ia menyatakan, jika pemerintah pusat bersedia menambah porsi pembiayaan P3K, maka Pemprov Banten memiliki peluang lebih besar untuk menjaga agar belanja pegawai tidak melampaui batas 30 persen.
“Mudah-mudahan, tergantung berapa besarnya. Dan makanya saya belum bisa bicara kebijakan apa yang diberikan dari pusat,” tuturnya.
Rina menegaskan bahwa, selama belum ada kejelasan dari pemerintah pusat, Pemprov Banten harus mempersiapkan seluruh skenario yang memungkinkan.
Namun ia kembali mengingatkan, bahwa pilihan utama tetap pada dua pendekatan: menaikkan pendapatan atau mengevaluasi belanja pegawai.
Baca Juga: Dorong Penegasan Kota Serang Sebagai Ibu Kota Provinsi Banten, Andra Soni Minta Dukungan DPRD
“Ketika kita ingin menjaga bahwa dia tidak lebih dari 30 persen mandatory spending untuk belanja pegawai, artinya hanya ada dua cara itu. Yakni tingkatkan pendapatan, yang nampaknya untuk saat ini agak sulit sekali ya, dan kedua ya artinya kita harus mengevaluasi terhadap belanja pegawai. Itu rumusnya,” pungkas Rina. ***















