BANTEN RAYA.COM – Aset lahan Islamic Center Majid Nurul Iklas ternyata masih berbentuk Akte Jual Beli (AJB) milik perorangan atau belum menjadi hak milik Yayasan dan masjid. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) lintas komisi DPRD Kota Cilegon yang menghadirkan Yayasan Masjid Nurul Iklas Cilegon, DKM Nurul Iklas, dan perwakilan Pemkot Cilegon soal keberadaan aset Islamic Center dan Majid Agung serta pengelolaanya.
Sementara, untuk aset DKM Masjid Nurul Iklas sendiri merupakan tanah wakaf milik masyarakat yang diatasnya ada masjid dan belasan hektar yang tersebar di Banten karena sudah adanya tukar guling tanah.
Kedua persoalan tersebut menjadi masalah inti pengelolaan Islamic Center dan Masjid Nurul Iklas untuk bisa dikelola Pemerintah Kota Cilegon dan statusnya diubah menjadi masjid agung milik Pemkot Cilegon.
Pasalnya, masalah asset Islamic Center status lahan bukan asset milik Yayasan tapi masih perorangan harus diselesaikan menjadi asset Yayasan yang diserahkan kepada pemerintah, serta DKM merupakan tanah wakaf yang tidak bisa dipindahtangankan kecuali ada persetujuan dari masyarakat sekitar masjid.
Baca Juga: Industri Hengkang dari Banten Gegara Upah Kemahalan Kini Diklaim Menyesal Sudah Pergi
Diketahui, malasah Masjid Nurul Ikhlas mencuat usai masjid yang menjadi ikon masyarakat Kota Cilegon tersebut tidak mampu membayara kewajiban listriknya, sehingga dicabut PLN. Hal itu menjadi viral dan pembahasan serta berujung polemic yang menjadi sorotan warga Kota Cilegon secara luas.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cilegon Rahmatullah menjelaskan, secara aset bukan milik pemerintah dan Yayasan Islamic Center. Namun, beberapa asset berupa lahan tersebut juga milik orang lain dalam bentuk AJB.
“Selama aset itu masih dipegang Yayasan dan DKM, pemerintah hanya bisa hadir membantu berupa hibah. Namun, kalua secara aset kepemilikan asset itu juga bukan milik pemkot cilegon tetapi juga belum secara deatil aset itu seluruhnya milik DKM atau isami ceter. Ada beberapa juga milik orang lain,” katanya, usai RDP, Senin (10/2).
Untuk persoalan tersebut, jelas Rahmatullah, harus dilakukan perbaikan secara parsial. Artinya harus balik nama menjadi milik yayasa bukan perorangan.
Baca Juga: Tiba-tiba Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon Menikah, Film atau Beneran?
“Sekarang aset yang dimiliki oleh Yayasan dan DKM berupa AJB, dan AJB-nya tentu masih atas nama beberapa orang bukan milik satuan,” ujarnya.
Rahmatullah menegaskan, soal beradaan masjid agung juga belum bisa disebut masjid agung karena secara resmi belum mendapatkan SK walikota.
“Jika kota itu kepala daerah, sebenarnya bukan masjid agung, ini Masjid Nurul Ikhlas. Hanya masyarakat kebanyak menyebut masjid agung karena agung itukan besar,” jelasnya.
Ia berharap, karena besarnya masjid butuh perawatan yang sangat mahal, sehingga kedepan harus digagas untuk proposal kepada industri dan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan.
“Karena besar butuh perawatan, maka perlu pemerintah membantu, semoga paskapemeirntaha baru bisa muncul, baik secara pribadi dan eksekutif bisa membantu oprasional masjid itu sendiri. Kami menganjurkan kepada DKM untuk proposal atau CSR atas kepedulian semua perusahaan di Kota Cilegon, termasuk masyarakat, dewan dan ASN,” jelasnya. (***)

















